Kamis 07 Sep 2023 07:51 WIB

Agustus 2023 Pecahkan Rekor Bulan Terpanas

Agustus ini menjadi musim panas dengan suhu brutal dan mematikan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), rekor suhu terpanas pada Agustus ini menjadi musim panas dengan suhu brutal dan mematikan.
Foto: AP
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), rekor suhu terpanas pada Agustus ini menjadi musim panas dengan suhu brutal dan mematikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Bumi sedang mengalami musim panas terpanas yang pernah diukur di Belahan Bumi Utara. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), rekor suhu terpanas pada Agustus ini menjadi musim panas dengan suhu brutal dan mematikan.

WMO dan layanan iklim Eropa Copernicus mengumumkan pada Rabu (6/9/2023), bulan lalu bukan hanya Agustus terpanas yang pernah dicatat oleh para ilmuwan sejauh ini dengan peralatan modern melainkan Agustus 2023 merupakan bulan terpanas kedua yang diukur, setelah Juli 2023.

Baca Juga

Suhu pada Agustus sekitar 1,5 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan rata-rata pra-industri. Ini adalah ambang batas yang dunia coba untuk tidak lewati, meskipun para ilmuwan lebih mengkhawatirkan kenaikan suhu selama beberapa dekade, bukan sekadar perubahan suhu dalam waktu satu bulan.

Lautan di dunia yang merupakan lebih dari 70 persen permukaan bumi mengalami suhu terpanas yang pernah tercatat dengan hampir 21 derajat celcius. Menurut WMO dan Copernicus, lautan pun telah mencatatkan suhu tertinggi selama tiga bulan berturut-turut.

“Hari-hari anjing di musim panas tidak hanya menggonggong, tapi juga menggigit. Kerusakan iklim telah dimulai," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres merujuk pada hari-hari musim panas yang menyengat dan gerah.

Sejauh ini, menurut Copernicus, 2023 merupakan tahun terpanas kedua yang pernah tercatat, setelah 2016. Para ilmuwan menyalahkan pemanasan global akibat aktivitas manusia akibat pembakaran batu bara, minyak dan gas alam, serta dorongan tambahan dari El Nino alami, yaitu pemanasan sementara di sebagian Samudera Pasifik yang mengubah cuaca di seluruh dunia.

Ahli iklim Andrew Weaver mengatakan, angka-angka yang diumumkan oleh WMO dan Copernicus bukanlah hal yang mengejutkan. Mereka mengeluhkan cara pemerintah tampaknya tidak menanggapi masalah pemanasan global dengan cukup serius.

Weaver mengungkapkan kekhawatirannya bahwa masyarakat akan melupakan masalah ini ketika suhu kembali turun. “Sudah waktunya bagi para pemimpin global untuk mulai mengatakan kebenaran,” kata profesor di Fakultas Ilmu Bumi dan Kelautan di University of Victoria di Kanada.

“Kami tidak akan membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius, kita tidak akan membatasi pemanasan hingga 2,0 derajat celcius. Sekarang kita semua berupaya mencegah pemanasan global sebesar 3,0 derajat celcius, tingkat pemanasan yang akan mendatangkan malapetaka di seluruh dunia," ujar Weaver.

Copernicus sebuah divisi dari program luar angkasa Uni Eropa memiliki catatan yang berasal dari 1940. Namun di Inggris dan Amerika Serikat, catatan global berasal dari pertengahan 1800-an dan badan-badan cuaca dan ilmu pengetahuan tersebut diperkirakan akan segera melaporkan bahwa musim panas tahun ini akan menjadi pemecah rekor.

“Apa yang kami amati, bukan hanya kondisi ekstrem baru tetapi kondisi yang terus memecahkan rekor ini, dan dampaknya terhadap manusia dan bumi, merupakan konsekuensi nyata dari pemanasan sistem iklim,” Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus Carlo kata Buontempo.

Para ilmuwan telah menggunakan lingkaran pohon, inti es, dan perkiraan lainnya untuk memperkirakan bahwa suhu saat ini lebih hangat dibandingkan suhu sekitar 120 ribu tahun yang lalu. Dunia pernah mengalami suhu yang lebih hangat sebelumnya, tetapi sebelum adanya peradaban manusia, lautan jauh lebih tinggi dan kutub tidak sedingin es.

Menurut WMO, ketika udara dan lautan di dunia mencatat rekor suhu panas tertinggi, Antartika terus mencatat rekor jumlah es laut yang sedikit. “Luas es laut Antartika benar-benar berada di luar perkiraan, dan suhu permukaan laut global sekali lagi mencapai rekor baru,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.

“Perlu dicatat bahwa hal ini terjadi sebelum kita melihat dampak pemanasan penuh dari peristiwa El Nino, yang biasanya terjadi pada tahun kedua setelah kejadian tersebut terjadi," ujarnya.

El Nino yang kuat bertepatan dengan suhu tertinggi sepanjang masa pada 2016. Badan cuaca PBB pada awal tahun ini meluncurkan prediksi yang menunjukkan, bahwa bumi dalam lima tahun ke depan akan mengalami tahun dengan suhu rata-rata 1,5 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan pada pertengahan abad ke-19. Setiap tahun pada atau mendekati 1,5 hal. PBB juga memperkirakan 98 persen peluang untuk memecahkan rekor 2016 antara sekarang hingga 2027.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement