Kamis 07 Sep 2023 08:58 WIB

Ilmuwan Klaim Bisa Kembangkan Embrio Manusia tanpa Sel Telur dan Sperma

Embrio manusia sintetik ini dibuat di laboratorium dengan memanfaatkan sel punca.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Sel sperma dan sel telur (ilustrasi). Sekelompok peneliti mengeklaim berhasil mengembangkan embrio manusia sintetik yang bisa bertahan di luar rahim.
Foto: Foto : MgRol_92
Sel sperma dan sel telur (ilustrasi). Sekelompok peneliti mengeklaim berhasil mengembangkan embrio manusia sintetik yang bisa bertahan di luar rahim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok peneliti mengeklaim berhasil mengembangkan embrio manusia sintetik yang bisa bertahan di luar rahim. Embrio manusia sintetik ini dibuat di laboratorium dengan memanfaatkan sel punca tanpa menggunakan sel telur atau sperma.

Tim peneliti mengungkapkan, embrio manusia sintetik ini berperilaku seperti embrio asli setelah dua pekan. Bahkan, embrio manusia sintetik ini bisa memberikan hasil yang positif pada tes kehamilan. Hal ini bisa terjadi karena embrio manusia sintetik melepaskan hormon yang sama seperti embrio manusia asli.

Baca Juga

Menurut tim peneliti, temuan terbaru ini bisa sangat membantu proses penelitian terhadap embrio. Seperti diketahui, penelitian terhadap embrio manusia asli umumnya tidak dilakukan karena bertentangan dengan etika dan hukum.

Di sisi lain, ada banyak masalah dalam kehamilan yang terjadi pada saat embrio mengalami perkembangan di bulan pertama kehamilan. Penelitian terhadap perkembangan awal embrio dinilai bisa memberikan terobosan baru untuk memastikan embrio dapat berkembang dengan lebih baik.

Embrio manusia sintetik dapat meniru perkembangan embrio manusia asli dengan sangat mirip. Oleh karena itu, embrio manusia sintetik bisa dimanfaatkan dalam penelitian untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jauh mengenai perkembangan embrio tanpa menyalahi hukum dan etika.

"Model embrio manusia kami yang terbuat dari sel punca menawarkan cara yang etis dan mudah diakses untuk meneliti (ragam masalah perkembangan embrio di bulan pertama kehamilan)," ujar peneliti Prof Jacob Hanna dari Weizmann Institute of Science, seperti dilansir The Sun pada Kamis (7/9/2023).

Prof Hanna mengungkapkan, keguguran sering terjadi di beberapa pekan pertama kehamilan. Keguguran ini biasanya terjadi karena wanita tidak menyadari bahwa mereka hamil.

Beragam kelainan bawaan juga kerap terbentuk di pekan-pekan pertama kehamilan. Akan tetapi, kelainan bawaan ini biasanya baru terlihat setelah kehamilan sudah jauh lebih berkembang.

"Model (embrio sintetik) kami bisa dipakai untuk mengungkapkan sinyal biokimia yang memastikan bahwa embrio berkembang dengan baik di tahap awal ini, dan (mengetahui) bagaimana perkembangan itu bisa bermasalah," ujar Prof Hanna.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement