REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Gelas kertas sekali pakai kerap dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan gelas plastik. Namun seperti halnya sedotan kertas, gelas kertas ternyata memiliki sifat toksik yang sama seperti gelas plastik bagi lingkungan dan kesehatan tubuh.
Menurut studi yang dilakukan oleh tim peneliti asal Swedia, senyawa toksik pada gelas kertas berasal dari lapisan plastik tipis yang ada di permukaan gelas kertas. Lapisan plastik tipis ini berperan untuk menjaga agar minuman di dalam gelas kertas tidak merembes keluar.
Seperti diketahui, kertas merupakan bahan yang mudah meresap air atau cairan lain seperti minyak. Oleh karena itu, gelas atau kemasan makanan berbahan kertas harus dilapisi oleh plastik di permukaannya agar bisa menyimpan minuman dan makanan dengan baik.
Saat ini, jenis lapisan plastik yang biasa digunakan pada gelas kertas adalah polylactide atau PLA. PLA merupakan jenis plastik yang terbarukan yaitu bioplastik yang dapat terurai secara hayati. Berbeda dengan plastik biasa yang terbuat dari bahan bakar fosil, PLA terbuat dari jagung, singkong, atau tebu.
Di lingkungan, PLA memang bisa terurai lebih cepat dibandingkan dengan plastik biasa yang terbuat dari bahan bakar fosil. Sayangnya, PLA juga melepaskan zat kimia yang bisa membahayakan lingkungan.
Hal ini diketahui setelah tim peneliti melakukan percobaan dengan menaruh gelas kertas yang dilapisi PLA dan gelas plastik pada sedimen basah dan air selama beberapa pekan. Tim peneliti juga menaruh larva nyamuk bernama harlequin fly atau Chironomus riparius. Jenis larva ini biasa digunakan dalam studi toksikologi dan pengembangan genetik.
Hasilnya, baik gelas kertas maupun gelas plastik sama-sama melepaskan zat kimia yang membahayakan larva nyamuk. Zat kimia dari gelas kertas dan gelas plastik tampak memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan larva nyamuk.
Seperti dilansir Mail Online pada Jumat (8/9/2023), beberapa senyawa kimia yang ditemukan pada gelas kertas berlapis PLA dan gelas plastik berbahan polypropylene (PP) adalah UV light stabilizer, flame retardant, plasticizer, dan senyawa nonylphenol seperti deterjen. Beragam senyawa kimia ini dikategorikan sebagai senyawa beracun atau toksik menurut US Environmental protection Agency.
Sebelumnya, sebuah studi juga menemukan potensi bahaya dari penggunaan sedotan kertas yang dianggap ramah lingkungan. Sedotan kertas terbukti mengandung poly and perfluoroalkyl substances (PFAS) yang dikenal sebagai zat kimia abadi. Julukan tersebut diberikan karena PFAS memiliki sifat yang sangat persisten dan bisa bertahan hingga ribuan tahun.
Menurut tim peneliti, beragam zat kimia yang tergolong sebagai PFAS bisa masuk ke dalam bahan makanan. Bila terpapar oleh PFAS, manusia bisa berisiko mengalami sejumlah masalah kesehatan, seperti masalah reproduksi seksual hingga pertumbuhan. Bahkan, ada jenis PFAS yang bisa memicu terjadinya kanker jika terakumulasi di dalam tubuh.
Menurut ahli toksikologi lingkungan dari University of Gothenburg, Bethanie Carney Almroth, produk kemasan sekali pakai pertama kali muncul di pasaran setelah Perang Dunia Kedua. Menurut Almroth, keberadaan produk kemasan sekali pakai ini bukanlah hal yang alami bagi manusia.
Menurut Almroth, masyarakat perlu kembali ke kebiasaan lama yang diterapkan oleh orang-orang di zaman dahulu. Salah satunya adalah menggunakan produk yang bisa digunakan berulang sehingga meminimalisir sampah.
"Kita harus kembali seperti dulu dan menjauh dari gaya hidup sekali pakai. Jauh lebih baik bila Anda membawa tumbler sendiri ketika membeli kopi untuk dibawa pergi, atau luangkan waktu beberapa menit untuk duduk dan menikmati kopi Anda dari gelas porselin (yang disediakan kedai kopi)," ujar Almroth.