Jumat 08 Sep 2023 15:58 WIB

FKPP: Kasus Pencabulan Santriwati Cederai Citra Ponpes di Kota Semarang

Tempat kegiatan pelaku selama ini mengatasnamakan pondok pesantren.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
 Kemenag Kota Semarang saat meninjau lokasi bangunan milik BAA di lingkungan Kelurahan Lempongsari, Kota Semarang yang disebut-sebut sebagai Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi, Jumat (8/9).
Foto: Bowo Pribadi
Kemenag Kota Semarang saat meninjau lokasi bangunan milik BAA di lingkungan Kelurahan Lempongsari, Kota Semarang yang disebut-sebut sebagai Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi, Jumat (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kota Semarang menyebut tindakan BAA (46), yang kini telah diproses hukum atas dugaan tindak kekerasan seksual terhadap santriwati anak, telah merugikan nama baik pondok pesantren di Kota Semarang.

Karena tempat kegiatannya selama ini mengatasnamakan pondok pesantren, walaupun secara legal formal sebenarnya Hidayatul Hikmah Al Kahfi ini tidak layak disebut sebagai pondok pesantren, seperti yang disampaikan oleh Kantor Kemenag Kota Semarang.

“Karena ini mengatasnamakan pondok pesantren, saya dari FKPP terus terang merasa tercederai dengan adanya peristiwa ini,” ungkap Ketua FKPP Kota Semarang, Samsudin, yang dikonfirmasi saat mendampingi tim Kantor Kemenag Kota Semarang meninjau lokasi yang disebutkan sebagai pondok pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi, di lingkungan Kelurahan Lempongsari, Kecamatan, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jumat (8/9/2023).

Menurut Samsudin, terkait dengan penyelenggaraan pondok pesantren, sepengertiannya sudah ada ketentuannya. Demikian pula dalam hal perizinan juga harus melihat kondisi fisik bangunannya.

Mulai dari kamar-kamar untuk santri agar bisa belajar dengan nyaman, tempat ibadah dan lainnya itu ada ketentuannya. Sehingga ketika kabar ini beredar, banyak sekali teman-teman di komunitas FKPP kaget semuannya.

“Bahkan tidak hanya komunitas FKPP yang ada di Kota Semarang saja, tetapi juga dari luar daerah banyak yang mempertanyakan kebenaran informasi tersebut kepada saya,” jelasnya.

Tetapi faktanya, Hidayatul Hikmah Al Kahfi ini bukan ponpes dan bahkan tujuan dari pendirinya saja juga tidak jelas. Tidak hanya itu, di kalangan ‘kiai’ maupun ‘gus’ juga tidak mengenal siapa BAA yang disebutkan sebagai pengasuh Hidayatul Hikmah Al Kahfi.

Itulah mengapa FKPP Kota Semarang kemudian berkoordinasi dengan Kantor Kemenag salah satunya ketika ada perizinan pendirian pondok pesantren kurikulum vitae pengasuh menjadi penting. “Kalau memang tidak memenuhi syarat, ya sudah (tidak diberikan izin),” ungkap Samsudin.

Di luar itu juga masih dilihat sanat keilmuannya seperti apa, afiliasinya ke mana itu semuanya akan menjadi catatan. “Tetapi kalau untuk Hidayatul Hikmah Al Kahfi ini kan syarat-syarat itu tidak ada yang terpenuhi,” jelasnya.

Terkait kasus yang kini telah bergulir ke ranah hukum, ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Jika kemudian BAA harus diganjar hukuman maksimal, sepenuhnya diserahkan kepada institusi yang berwenang.

Bagi terduga pelaku, itu juga konsekuensi hukum yang harus diterima. “Yang harus diluruskan dari persoalan ini adalah, bahwa Hidayatul Hikmah Al Kahfi ini secara legal maupun formal bukan pondok pesantren,” tegas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement