Sabtu 09 Sep 2023 05:17 WIB

Mabes Polri: Tidak Benar Ada Korban Bayi Meninggal Akibat Kena Gas Air Mata

Mabes Polri bantah kabar puluhan siswa sekolah pingsan akibat tembakan gas air mata.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua.
Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Mabes Polri menolak disalahkan atas pengamanan yang berujung bentrokan dengan masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada Kamis (7/9/2023). Pihak kepolisian, pun membantah tembakan gas air mata petugas dalam kerusuhan tersebut, aksi yang disengaja untuk menyasar pemukiman warga, dan siswa-siswa sekolah.

Mabes Polri juga memastikan, tak ada korban jiwa dalam bentrokan antara warga dan aparat keamanan gabungan Polri-TNI, serta Satpol PP Otoritas Batam yang terjadi, Kamis (7/9/2023). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan menjelaskan, pengerahan personel antihuru-hara Polda Kepulauan Riau ke Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023) adalah untuk perbantuan.

Baca Juga

Menurut dia, BP Batam mengandalkan Satpol PP dalam melakukan pengamanan kawasan Pulau Rempang untuk proyek pembangunan Rempang Eco-City. Namun warga dikatakan menolak, dengan melakukan pemblokiran jalan-jalan utama ke kawasan tersebut.

Pihak kepolisian, bersama Korps Angkatan Laut (AL)-TNI, pun turun tangan untuk membuka blokade jalanan yang dilakukan oleh warga. Dan meminta masyarakat, untuk memberikan akses masuk aparat keamanan gabungan dalam membantu urusan Satpol PP dan BP Batam.

Akan tetapi, kata Brigjen Ramadhan, sikap keukeuh warga yang menolak mengakhiri blokade jalanan, berujung pada aksi yang dinilai aparat keamanan, anarkistis. “Tentu pihak kepolisian, bersama-sama BP Batam sudah melakukan dialog-dialog. Dan kepolisian, sifatnya hanya membantu kebijakan-kebijakan yang sedang dilakukan,” kata Ramadhan, di Mabes Polri, di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Karena dialog berakhir deadlock, kata Ramadhan, aparat gabungan terpaksa membubarkan warga. Kepolisian mengakui menggunakan gas air mata, dan water canon dalam menyudahi aksi masa.

Tetapi, kata Ramadhan, perlawanan warga, kata dia, malah menyasar aparat gabungan. Karena itu, kepolisian terpaksa melakukan penangkapan-penangkapan.

“Dari situasi pengamanan yang terjadi, tidak benar yang dikabarkan adanya korban jiwa, tidak benar ada yang luka-luka,” kata Ramadhan.

Menurut Ramadhan, dari penelusuran langsung personel kepolisian setempat, juga tak ditemukan adanya korban bayi yang terkena gas air mata.

“Jadi informasi-informasi yang beredar di media, tentang adanya korban bayi yang meninggal dunia (terkena gas air mata), itu juga tidak benar. Sekali lagi, tidak ada korban dalam peristiwa kemarin,” kata Ramadhan.

Kepolisian setempat, dikatakan Ramadhan, pun membantah kabar tentang puluhan siswa-siswa sekolah yang mengalami pingsan lantaran diserang gas air mata saat proses belajar-mengajar di kelas. Namun, Ramadhan memang mengakui, luapan dari tembakan gas air mata untuk mengurai masa yang dinilai anarkistis tersebut, memang menyebar ke pemukiman dan sekolah-sekolah.

Karena dikatakan Ramadhan, saat kerusuhan terjadi, para siswa sekolah sedang berada di ruang-ruang kelas. Dan pada saat upaya mengurai kerusuhan dengan tembakan gas air mata itu terjadi, faktor cuaca yang menyebabkan zat perih itu menyeruak ke segala penjuru.

“Tidak benar kalau dikatakan siswa-siswa itu puluhan yang pingsan. Yang ada tindak aparat kepolisian menyemprotkan (menembakkan) gas air mata, ketiup angin sehingga mengganggu penglihatan untuk sementara,” kata Ramadhan.

Ramadhan, pun mengatakan, tercatat delapan warga Pulau Rempang yang saat ini dalam penahanan di Mapolresta Barelang. Mereka yang ditahan tersebut, kata Ramadhan, karena kedapatan membawa senjata tajam, dan peralatan perlawanan untuk menyerang aparat keamanan Polri-TNI serta Satpol PP yang bermaksud mengakhiri pemblokiran jalan menuju Pulau Rempang.

“Delapan orang tersebut membawa sajam, ketapel, ada yang membawa batu, barang-barang berbahaya untuk menyerang petugas. Tentunya, atas perbuatan tersebut, akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Ramadhan.

Namun dikatakan dia, sampai dengan Jumat (8/9/2023) sore, laporan dari Polda Kepulauan Riau kepada Mabes Polri menyampaikan situasi dan kemanan di Pulau Rempang yang sudah kondusif. Sementara terkait dengan langkah lanjut persoalan di Pulau Rempang, kata Ramadhan, Polri hanya akan menjadi penengah atas kebijakan BP Batam dan warga.

“Dari pihak Polda Kepri juga membantu dengan membawa tim kesehatan untuk warga. Dan sekali lagi, kondsisi sudah kondusif. Dan masyarakat sudah memahami apa yang menjadi tugas aparat keamanan,” kata Ramadhan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement