REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala BNPT, Komjen Pol Prof Rycko Amelza Dahniel menjelaskan proses demokrasi harus dikelola agar tidak menyebabkan friksi di tengah masyarakat, khususnya dalam menghadapi intoleransi mengingat intoleransi merupakan bibit radikalisme.
“Faktor intoleransi adalah bibit utama dari radikalisme, kalau tidak dikelola dengan baik akan ada friksi-friksi di masyarakat,” kata Rycko dalam Konsolidasi Kebangsaan bersama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK) pada Jumat (8/9/2023).
Pernyataan mantan Kalemdiklat Polri ini mengacu Hasil survei Litbang Kompas 2023 yang menunjukkan intoleransi menempati posisi pertama faktor penyebab polarisasi masyarakat jelang Pemilu 2024.
Lebih lanjut Rycko mengatakan jika faktor intoleransi harus diwaspadai karena dapat diikuti faktor-faktor lain seperti hoaks, politik pemecah belah dan sebagainya.
Jenderal bintang tiga tersebut lebih lanjut menjelaskan merebaknya intoleransi di tengah masyarakat merupakan hasil dari gerakan ideologi yang dilakukan oleh sel-sel teroris secara masif, sistematis dan terstruktur.
Baca juga: 15 Pengakuan Orientalis Non-Muslim Ini Tegaskan Alquran Murni tak Ada Kesalahan
Menurut Rycko, perlu ada mekanisme bersama dari pemerintah, tokoh agama, masyarakat, termasuk akademisi dan media turut berperan dalam membangun kesadaran dan membangun ketahanan nasional, serta menciptakan iklim demokrasi yang sehat.
“Harus dibuat mekanisme secara kebersamaan, dengan tokoh agama, masyarakat, melibatkan semua pihak, jangan kita jadikan demokrasi untuk melakukan kebebasan yang kebablasan,” tutupnya.