Sabtu 09 Sep 2023 19:25 WIB

Love Scamming, Penipuan Berkedok Cinta yang Banyak Sasar Perempuan

Love scamming banyak memakan korban perempuan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Qommarria Rostanti
Love scamming (ilustrasi). Kasus love scamming atau penipuan berkedok asmara banyak memakan korban perempuan.
Foto: www.freepik.com
Love scamming (ilustrasi). Kasus love scamming atau penipuan berkedok asmara banyak memakan korban perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus love scamming atau penipuan berkedok asmara banyak memakan korban perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengingatkan perempuan lebih meningkatkan kewaspadaannya agar tidak menjadi korban penipuan tersebut. 

"Beberapa yang bisa dilakukan seperti jangan mudah percaya pada orang yang belum dikenal, jangan mudah percaya pada rayuan, lebih detail mencari profil maupun latar belakang seseorang sebelum menjalin hubungan lebih dekat, dan jangan menyebarkan informasi pribadi, apalagi hingga mengirimkan uang," kata Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti dalam keterangannya pada Sabtu (9/9/2023). 

Baca Juga

Eni menjelaskan, love scamming merupakan modus penipuan berkedok cinta. Di Indonesia sendiri kasus love scamming menimbulkan banyak korban, hingga menyebabkan kerugian materil maupun immateril, terutama lebih banyak korbannya adalah perempuan. 

"Pelaku biasanya hanya akan menggunakan media sosial atau aplikasi percakapan dalam berkomunikasi, selalu beralasan untuk tidak mau melakukan video call, telepon, apalagi bertemu di dunia nyata, identitas online palsu, terlalu cepat mengatakan cinta hingga mengajak ke jenjang lebih serius/menikah, dan selalu memiliki alasan membutuhkan uang karena darurat," ujar Eni.  

Eni mengatakan penipuan berkedok cinta ini dapat dikategorikan dalam kejahatan berbasis gender online (KBGO). Sebab biasanya pelaku menjalankan aksinya melalui media sosial, atau aplikasi percakapan online.

Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pelaku KBGO bisa diancam masuk penjara paling lama empat tahun kemudian dikenakan denda sebanyak Rp 200 juta. Apabila kekerasan seksual berbasis elektronik di atas dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300 juta. 

"Jangan mudah percaya pada orang tidak dikenal berlaku baik kepada kita, jangan mudah percaya kata cinta, perhatikan tanda-tanda penipuan, seperti permintaan uang atau informasi pribadi yang tidak seharusnya dibagikan, jangan mengirim uang kepada seseorang yang belum pernah ditemui secara langsung," ujar Eni.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement