REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Harga minyak naik hampir satu persen ke level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir pada Jumat, (8/9/2023) imbas karena kenaikan harga solar berjangka AS dan kekhawatiran akan ketatnya pasokan minyak setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan pekan ini, demikian dilaporkan Reuters.
Minyak berjangka Brent naik 73 sen, atau 0,8 persen, menjadi 90,65 dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 64 sen, atau 0,7 persen menjadi 87,51 dolar AS.
Kedua patokan minyak mentah tersebut tetap berada level tinggi secara teknis selama enam hari berturut-turut. Adapun sepanjang pekan ini, kedua minyak acuan tersebut naik sekitar dua persen, menyusul kenaikan persen lalu sekitar 5 persen untuk Brent dan sekitar 7 persen untuk WTI.
"Harga minyak mentah terus diperdagangkan berdasarkan faktor penawaran. Tidak ada yang meragukan bahwa OPEC+ akan menjaga pasar tetap ketat hingga musim dingin," Analis Senior OANDA, Edward Moya, dikutip dari Reuters, Ahad (10/9/2023).
Seperti diketahui, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia secara kolektif dikenal sebagai OPEC+. Pada pekan ini, para anggota OPEC yakni Arab Saudi dan Rusia, memperpanjang pengurangan pasokan sukarela mereka sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.
Arab Saudi mungkin akan kesulitan mengakhiri pemotongannya pada akhir tahun tanpa memicu penurunan harga, kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan.
Di AS, perusahaan-perusahaan energi pada pekan ini menambah satu rig minyak, peningkatan pekanan pertama sejak bulan Juni, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes. Adapun, meningkatnya harga solar AS juga mendukung harga minyak mentah dengan minyak pemanas berjangka naik sekitar tiga persen.
Sementara itu, para pelaku usaha mencatat, pemeliharaan kilang musiman di Rusia pada bulan September kemungkinan akan mengurangi ekspor solar namun dapat menyebabkan peningkatan ekspor minyak.