Senin 11 Sep 2023 14:38 WIB

Umar Bin Khattab Dapat Empat Kenikmatan Saat Tertimpa Musibah

Musibah yang menimpa agama justru lebih berat dibanding yang menimpa badan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Nashaihul Ibad karya Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dijelaskan bahwa Umar bin Khattab Radiyallahu anhu mendapat empat kenikmatan saat tertimpa musibah. Jika seseorang mengetahui dan memahami empat kenikmatan di dalam musibah itu, diharapkan menjadi lebih kuat menghadapi ujian dan cobaan.

 

Baca Juga

Diriwayatkan Umar bin Khattab bahwa ia berkata sebagai berikut, "Demi Allah, setiap kali aku mendapat musibah maka di situ selalu terdapat empat kenikmatan dari Allah. Yakni, pertama, musibah itu tidak mengenai agamaku. Kedua, karena musibah itu tidak lebih berat daripadanya. Ketiga, karena musibah itu tidak menghalangi ridha Allah. Keempat, karena dengan adanya musibah itu aku dapat mengharap pahala dari Allah" (Syekh Nawawi al-Banteni, Nashaihul Ibad).

 

Umar bin Khattab menjelaskan, dalam musibah yang menimpa dirinya itu terkandung empat kenikmatan. Pertama, musibah itu tidak menimpa agamanya. Karena musibah yang menimpa agama itu justru lebih berat dibanding yang menimpa pada badan dan harta kekayaan.

 

Kedua, musibah itu tidak seberat yang diterima oleh orang-orang zaman dulu sebelum Islam. Ketiga, musibah itu tidak menghalangi keridhaan Allah terhadap dirinya. 

 

Keempat, dengan adanya musibah itu, Umar bin Khattab berharap mendapat balasan yang setimpal atau pahala dari Allah SWT. Dilansir dari kitab Nashaihul Ibad yang diterjemahkan Abu Mujaddidul Islam Mafa dan diterbitkan Gitamedia Press, 2008.

 

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam Kitab Syarah Kasyifah as-Saja Fi Syarhi Safinah an-Naja menjelaskan, bukti seorang hamba beriman kepada Allah SWT adalah beriman kepada qadha dan qadar. Sebagaimana disampaikan dalam sabda Nabi Muhammad SAW.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu pasti sesuai dengan qodho dan qodar, bahkan kelemahan dan kecerdasan sekalipun." Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidaklah seseorang beriman kepada Allah hingga ia beriman dengan qadar, baik atau buruknya" (HR Tirmidzi).

 

Fasyani menyebut, pengertian beriman dengan qadar adalah kamu meyakini bahwa sesungguhnya Allah telah menakdirkan kebaikan dan keburukan sebelum menciptakan makhluk, dan meyakini sesungguhnya segala sesuatu yang terwujud adalah sesuai dengan qadha dan qadar Allah. Dialah yang Maha Menghendaki semuanya. 

 

Sayyid Abdullah al-Murghini berkata, "Beriman dengan qodar adalah membenarkan bahwa segala sesuatu yang telah wujud dan yang akan wujud adalah sesuai dengan takdir Allah yang berkata kepada segala sesuatu, 'Jadilah!' Maka sesuatu itu jadi, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya, manis atau pahit." 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement