REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kendati pinjaman online (pinjol) telah mengubah akses masyarakat Indonesia terhadap kredit, tren ini tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan literasi keuangan di kalangan penduduknya. Hal ini terutama di kalangan dewasa muda.
Saat ini, populasi dewasa muda Indonesia sering kali terjebak oleh kecenderungan impulsif atau keinginan akan kepuasan instan, mendorong mereka untuk mengejar pinjaman yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan risiko yang terkait.
Ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang. Nailul Huda, Peneliti Center of Digital Economy and SME, INDEF mengatakan mayoritas usia muda terjerat pinjol karena untuk memenuhi gaya hidup semata, seperti membeli pakaian, gawai, traveling dan konser. Perilaku konsumtif di usia muda saat ini bukan untuk kebutuhan.
“Jadi banyak leisure, traveling, gawai, konser musik, dan sebagainya, anak-anak muda ini kan adaptasi internetnya tinggi seiring perkembangan teknologi. Tapi, pinjol bukan untuk makan sehari-hari atau beli kebutuhan pokok,” kata Nailul dalam acara bersama GajiGesa, Senin (11/9/2023).
Faktor lain yang memicu peningkatan prevalensi pinjaman online di kalangan dewasa muda Indonesia adalah perubahan perilaku dari generasi sebelumnya ke generasi muda saat ini. Kemajuan teknologi yang terus berlanjut selama bertahun-tahun telah memainkan peranan penting dalam membentuk praktik keuangan dari berbagai generasi.
Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil. Sebaliknya, generasi yang lebih muda seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.
Anak muda sekarang terjebak dengan kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah. Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Pinjaman online tumbuh pesat di Indonesia, meningkat 71 persen pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja online pascapandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif. Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp 2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp 2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp 2 juta per bulan.
Dia mengatakan masalah ini semakin memprihatinkan karena pendapatan pemuda lebih rendah daripada utang mereka dari pinjaman online. Artinya hidup para anak muda ini sama seperti pribahasa ‘lebih besar pasak daripada tiang’.
“Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal,” kata dia.
Belum ada data pasti bagaimana perbandingan di pedesaan maupun di kota terkait perilaku meminjam ke pinjol. Hanya saja, menurut Nailul, kendati di perkotaan tetap bahaya, namun di pedesaan lebih berbahaya karena literasi keuangan mereka relatif lebih rendah.