Senin 11 Sep 2023 20:55 WIB

Pelaku Usaha P2P Lending Diminta Tawarkan Bunga Rendah, Ini Alasannya

Masyarakat banyak terjebak pinjol karena tawarkan kemudahan meski bunga tinggi.

Rep: Santi Sopia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang jurnalis menunjukkan pesan penawaran pinjaman online yang ada di gawainya. Masyarakat banyak terjebak pinjol karena tawarkan kemudahan meski bunga tinggi
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Seorang jurnalis menunjukkan pesan penawaran pinjaman online yang ada di gawainya. Masyarakat banyak terjebak pinjol karena tawarkan kemudahan meski bunga tinggi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut APJII (2023), sebanyak 97,1 persen penduduk usia 19-34 tahun sudah terhubung dengan internet. Ketersediaan pinjaman online (pinjol) ilegal yang terintegrasi dengan internet membuat aksesnya semakin mudah bagi generasi muda. 

“Kita harus bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasta. Hal ini dapat menjadi solusi bagi banyak kalangan dewasa muda di Indonesia," kata Izzudin Al Farras Adha, Peneliti Center of Digital Economy and SME INDEF.

Izzudin mendorong agar pinjol yang legal bisa memberikan berbunga rendah. Hal ini setidaknya agar masyarakat tidak tergoda dengan pinjol ilegal yang kerap berbunga tinggi, tapi sangat mudah mencairkan dana. 

Saat terlambat dari ketentuan, pinjol ilegal juga bisa menyebarkan data-data peminjam tanpa izin. Selain itu meneror kontak-kontak yang kenal dengan peminjam.

Pemerintah telah bertindak untuk mengatasi pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI). Sejak 2018, hampir 7.000 pinjol ilegal telah dihentikan oleh SWI, namun sayangnya, langkah ini belum berhasil sepenuhnya menghilangkan kasus pinjaman online ilegal tahun ini.  

“Satgas untuk investasi ilegal terbilang berhasil. Namun, untuk pinjol yang ditindak sangat banyak, tapi justru jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat di 2023 dibanding tahun lalu,” lanjut dia. 

Maka dari itu, hal ini dinilai harus menjadi perhatian khusus pemerintah. Dengan tren ini, pemerintah melalui satgas bisa lebih banyak memfokuskan perhatian pada pinjol ilegal. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan taktik. Ini termasuk program pendidikan online dan offline, kampanye kesadaran finansial nasional, serta memperkuat kerja sama dan kemitraan strategis dengan kementerian dan lembaga pemerintah, melibatkan universitas, dan memperkuat sektor jasa keuangan. 

Inovasi fintech, seperti Earned Wage Access (EWA), dapat menjadi peluang untuk mengurangi dampak negatif dari pinjol. Sebelumnya ada 12 kementerian lembaga yang tergabung dalam satgas, seperti OJK, BI, Kemendagri, Kominfo, Kemenag, Kemendikbud, kejaksaan, kepolisian dan PPATK. 

Namun, Izzudin menilai Satgas ini perlu dirampingkan agar fokus menindak pinjol.  Dengan empat lembaga saja seperti OJK, Kominfo, kepolisian dan kejaksaan dianggap sudah cukup bisa untuk fokus terhadap pinjol ilegal. Karena dengan lembaga lebih ramping, jadi bisa semakin fokus. 

Izzudin menjelaskan OJK berperan sebagai pengawas, Kominfo pemberi izin, dan kepolisian serta kejaksaan yang menindaklanjuti hukumnya. Melalui empat lembaga ini dipandang akan lebih efektif ke depannya.

“Kita semua ingin berharap tetap ada P2P lending, namun yang meresahkan itu kan yang ilegal,” kata dia.

Adapun satgas yang sudah ada bukan berarti perlu dibubarkan. Namun, empat lembaga yang lebih ramping bisa lebih fokus terhadap pinjol.

Berikutnya diperlukan publikasi yang masif. Sebab saat ini sangat masif iklan atau kampanye judi online ataupun pinjol bahkan dari influencer maupun figur publik yang sangat terkenal. 

Jadi, pemerintah melalui OJK juga bisa berinvestasi memasang iklan di tempat yang marak iklan pinjol maupun judi online. Karena saat ini sudah banyak pinjol maupun judi slot yang memasang iklan di layanan berbayar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement