REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkadang, seseorang memberikan tanggapan spontan terkait rasa makanan. Entah itu menyebut makanan yang dikonsumsinya tidak enak, tidak cocok, atau sebutan negatif lain.
Bagaimana Islam memandang sikap seseorang yang mencela makanan? Ulama Indonesia Prof KH Yahya Zainul Ma'arif yang lebih akrab disapa Buya Yahya mengatakan adab dan tata krama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah jangan pernah mencela makanan. Terkadang ada makanan yang menurut orang tidak enak, tetapi enak menurut orang lain.
“Dalam makna mensyukuri nikmat Allah. Makanan adalah karunia, jangan kita menghina karunia Allah,” kata Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya dikutip dari Al-Bahjah TV, Senin (11/9/2023).
Buya Yahya mengingatkan terkait anjuran untuk menyanjung makanan. Menurut dia, perilaku mencela makanan adalah tanda orang yang tidak pernah bersyukur kepada Allah SWT.
Buya Yahya juga menganalogikan manusia yang memberikan hadiah kepada manusia. Bisa dibayangkan jika hadiah tersebut direndahkan oleh yang menerima, maka si pemberi hadiah akan merasa tidak senang.
Bagi yang tidak menghargai pemberian manusia, tergolong tidak beradab. Itu pangkatnya masih manusia dengan manusia.
Apalagi jika merendahkan karunia Allah, dapat mengundang murka Allah. Abu Hurairah yang meriwayatkan banyak hadits berkata bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mencaci makanannnya sama sekali. Mencaci makanan memang tidak beradab dengan dua hal, yakni Allah maupun pemberi nikmat, manusia yang menghidangkannya mungkin itu tuan rumah atau seorang istri kepada suami.
“Masa sama istrinya ngomong ‘masa begini’, gak enak ya, gak pantes, kalau gak cocok ya diam jangan dimakan. Selagi masih bisa dimakan, makan kalau memang tidak bisa makan karena jijik dan sebagainya, tidak dimakan,” ujar Buya Yahya.
Diriwayatkan apabila Rasulullah SAW senang akan beliau makan. Tetapi jika tidak senang, Nabi meninggalkannya. Akan tetapi cara meninggalkan oleh Nabi ini tidak terlalu menonjol karena beliau bukan orang yang rakus dengan makanan.
Nabi Muhammad juga sangat menjaga perasaan orang. Beliau itu senang berbagi.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi pernah tidak berbagi buah jeruk yang merupakan hadiah dari seseorang. Rasulullah tidak membaginya dan memakan jeruk tersebut sampai habis.
Lalu ketika orang yang memberi hadiah sudah pergi, para sahabat bertanya alasan Rasulullah makan sendirian. Rasul menjawab bahwa rasa dari jeruk tadi sangat kecut sehingga beliau takut jika dimakan orang lain maka akan tampak muka kecut dan membuat pemberi hadiah tadi kecewa. Itulah alasan Rasulullah memakan jeruk tersebut sendirian.
“Jadi kalau merasa tidak enak di depan istri, ah pahit. Sudahlah jangan biasa dengan sesautu yang tidak indah, tersinggung itu istri sudah capek lalu dibilang makanannya tidak enak,” kata Buya Yahya.