REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, melihat kemunculan Ganjar Pranowo pada tayangan azan di salah satu saluran televisi nasional sebagai upaya mendapatkan simpati dari umat Islam. Sosok Ganjar memang hendak diperlihatkan sebagai figur muslim yang taat lewat tayangan tersebut.
"Kelihatannya Ganjar ingin mengidentikkan dirinya bahwa dia dekat dengan umat Islam dan ingin dipilih oleh umat Islam yang menjadi pemilih mayoritas di republik ini. Saya melihatnya itu, ingin mengidentikkan diri bahwa Ganjar itu figur yang Islami untuk mendapatkan suara umat Islam,” kata Ujang kepada Republika, Selasa (12/9/2023).
Ujang mengaku tak mau berdebat apakah itu bentuk politik identitas atau bukan. Menurut dia, politik identitas sebenarnya diperbolehkan dalam kadar tertentu. Sebagai contoh, ketika seorang menyatakan identitasnya sebagai orang Indonesia, penggunaan Pancasila, dan hal lain yang menunjukkan identitas seseorang.
"Politik identitas itu dalam kadar tertentu kan boleh. Misalkan, identitas kita, identitas nasional, Pancasila, itu kan identitas. ‘Saya sebagai orang Indonesia’ gitu kan identitas. Berjuang melawan penjajah dulu, itu kan politik identitas,” kata dia.
Meski demikian, dia melihat kemunculan Ganjar pada tayangan Azan tersebut sebagai bagian dari sponsorisasi kampanye untuk mendapatkan tempat positif di mata umat Islam. Munculnya bakal calon presiden dari PDI Perjuangan itu pada azan ibarat hendak membuatnya diingat terus oleh umat Islam.
"Saya melihat kelihatannya Ganjar dan timsesnya yang sudah terbentuk itu ingin mengambil suara umat Islam. Dan kita tahu bahwa azan adalah panggilan shalat, panggilan ibadah untuk umat Islam dan itu menjadi sumber perhatian dari umat Islam," kata Ujang.
Di samping itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengaku telah melakukan kajian terhadap kasus tayangan azan di televisi swasta yang memunculkan bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo. Dalam tayangan adzan yang disiarkan oleh RCTI, Ganjar terlihat ketika adegan shalat berjamaah.
"Kami tengah lakukan kajian terhadap hal tersebut dan kami minta segera klarifikasi Lembaga Penyiaran yang menayangkan," ujar Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Aliyah, kepada awak media, Senin (11/9).
Selain itu, kata Aliyah, pihaknya juga telah melayangkan surat kepada lembaga penyiaran tersebut. Karena itu, saat ini pihak KPI masih menunggu respons atas surat tersebut. RCTI sendiri milik dari Harry Tanoesoedibjo, pemimpin Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) Partai Perindo mendukung Ganjar Pranowo.