REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah Cina mendesak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) segera merilis pengaturan pemantauan pembuangan air limbah radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Desakan itu disampaikan setelah Jepang menyelesaikan fase pertama pembuangan limbah PLTN Fukushima ke laut.
“Sebanyak 7.800 ton air yang terkontaminasi nuklir telah dibuang ke laut, tapi komunitas internasional masih belum mendapat informasi mengenai pengaturan pemantauan khusus yang dilakukan Sekretariat IAEA,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning dalam pengarahan pers, Selasa (12/9/2023).
Dia menekankan, dunia menyerukan adanya pengaturan pemantauan internasional yang melibatkan partisipasi penuh dan substantif dari negara-negara tetangga Jepang serta pemangku kepentingan lainnya dalam proses pembuangan limbah radioaktif PLTN Fukushima. Mao pun mengingatkan rencana pemantauan terperinci yang mencakup aspek-aspek seperti kategori radionuklida, frekuensi, lokasi, ruang lingkup, dan pelaporan. “Jepang dan Sekretariat IAEA perlu menanggapi permasalahan ini secara serius dan bertanggung jawab,” ucap Mao.
“Saya juga perlu menekankan bahwa tidak ada pemantauan yang dapat dibaca sebagai dukungan terhadap pembuangan limbah laut di Jepang atau memberikan legitimasi atau legalitas apa pun yang diinginkan oleh Jepang. Jepang harus segera berhenti mengalihkan risiko polusi nuklir ke seluruh dunia,” tambah Mao.
Jepang telah menyelesaikan fase pertama pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut. Proses pembuangan dimulai pada 24 Agustus 2023 lalu. Dilaporkan Anadolu Agency, operator PLTN Fukushima, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), dalam keterangannya pada Senin (11/9/2023) mengungkapkan, sejak 25 Agustus 2023, sekitar 460 ton air limbah radioaktif PLTN Fukushima yang telah diolah dilepaskan ke laut setiap harinya. Dalam fase pertama pembuangan, sebanyak 7.800 ton air limbah PLTN Fukushima sudah dibuang.
Menurut TEPCO, jumlah air limbah PLTN Fukushima yang dibuang di fase pertama sudah sesuai rencana, yakni sebanyak 10 tangki penyimpanan. TEPCO mengungkapkan, untuk fase kedua, pihaknya akan terlebih dulu melakukan pemeriksaan fasilitas pembuangan selama tiga pekan. Jika persiapan terpenuhi, proses pembuangan kedua akan dimulai kembali.
Hingga Maret 2024, TEPCO berencana melakukan empat putaran pembuangan. Total 31.200 ton air limbah radioaktif PLTN Fukushima akan dilepaskan ke laut. Jumlah itu setara dengan 40 tangki penuh.
Jepang telah memulai proses pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke Samudra Pasifik pada 24 Agustus 2023. Meski telah diizinkan IAEA, keputusan pembuangan itu telah memantik penentangan, terutama dari Cina. IAEA mengungkapkan, mereka akan meluncurkan halaman web untuk menyediakan data langsung mengenai pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima. IAEA menegaskan, tim pakarnya akan hadir di lokasi selama proses pembuangan berlangsung.
Sejak proses pembuangan dimulai, Kementerian Lingkungan Jepang sudah melakukan pengujian air di lebih dari 10 titik di sekitar PLTN Fukushima. Menurut mereka, hasil tes menunjukkan konsentrasi tritium di bawah 7 hingga 8 becquerel tritium per liter. “(Angka ini) tidak akan berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan,” katanya.
Sebanyak tiga reaktor di PLTN Fukushima hancur saat Jepang dilanda gempa dan tsunami pada 2011. Pelepasan sejumlah besar radiasi tak terhindarkan akibat kejadian tersebut. Dibutuhkan lebih dari 1 juta ton air untuk mendinginkan reaktor-reaktor yang meleleh. Air yang telah digunakan dalam proses pendinginan memiliki kandungan radioaktif yang kuat. Kini sekitar 1,37 juta ton air telah terkumpul di tangka-tangki PLTN Fukushima. Pembuangan air adalah langkah tak terhindarkan dalam proses penonaktifan pembangkit nuklir tersebut.
Pada Mei 2022, Badan Pengawas Nuklir Jepang (BPNJ) menyetujui rencana operator PLTN Fukushima untuk melepaskan air limbah radioaktif ke laut pada 2023. BPNJ menyebut, air limbah telah diolah dengan metode yang aman dan berisiko minimal bagi lingkungan. Pemerintah Jepang dan TEPCO sempat menyampaikan bahwa lebih dari 60 isotop, kecuali tritium, yang kadarnya harus ditanggulangi, telah diturunkan sehingga memenuhi standar keamanan. Menurut mereka, tritium juga tergolong aman jika tercampur air laut.