REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa para pemeran dalam kasus industri film dewasa direkrut melalui media sosial. "Jadi cara mereka (pelaku) menggaet itu melalui Instagram atau media sosial yang lain. Mereka mengajak 'talent-talent' tersebut untuk mau bekerjasama dalam pembuatan film dewasa ini," kata Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Siber Polda Metro Jaya AKBP Ardian Satrio Utomo saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Ardian menjelaskan, dalam pembuatan film tersebut tidak memiliki kontrak perjanjian antara rumah produksi dengan para pemeran film asusila tersebut.
"Dalam pekerjaan ini memang tidak ada kontrak perjanjian dari tersangka I selaku pemilik dari rumah produksi ini dengan 'talent-talent'. Jadi sistem putus sekali bikin video habis, sudah," katanya.
Ardian juga menjelaskan, tersangka berinisial I memang memiliki latar belakang seorang sutradara film dengan genre komedi dan horor. "Namun berjalannya waktu, karena terkait dengan motif ekonomi yang mungkin dengan menawarkan film seperti ini lebih banyak peminatnya, akhirnya terjun ke bisnis dunia pembuatan film seperti ini," katanya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengungkapkan para pemeran dalam kasus film dewasa dibayar bervariasi antara Rp10 juta hingga Rp15 juta untuk satu judul film.
"Mereka dibayar bervariasi antara Rp10 juta sampai 15 juta sekali pembuatan film dan untuk satu judul film," katanya.
Ade Safri menjelaskan, variasi bayaran tersebut berdasarkan seberapa kuat pengaruh kuat dari pemeran (talent) di masyarakat. Ade Safri menambahkan, untuk identitas sudah didapatkan dan selanjutnya segera dipanggil untuk dimintai keterangan.
"Minggu ini kita akan lakukan pemanggilan terhadap 11 pemeran wanita maupun lima orang pria dalam film beradegan dewasa, " katanya.
Para tersangka dikenakan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) dan atau Pasal 34 ayat (1) jo Pasal 50 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 30 dan atau Pasal 7 jo Pasal 33 dan atau Pasal 8 jo Pasal 39 dan atau Pasal 9 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Ancaman pidananya dalam kasus ini berupa penjara paling lama 12 tahun dan denda paling tinggi Rp10 miliar.