Rabu 13 Sep 2023 07:00 WIB

Pemkab Kolaborasi Wujudkan Kabupaten Bogor Bebas Tuberkulosis

Kolaborasi dengan USAID memperkuat preventif pencegahan penularan tuberkulosis.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Penyakit TBC (ilustrasi).
Foto: gsahs.nsw.gov.au
Penyakit TBC (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemkab Bogor melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus mewujudkan Kabupaten Bogor bebas Tuberkulosis (TB) pada tahun 2030. Salah satunya melalui kolaborasi dengan USAID memperkuat preventif pencegahan penularan tuberkulosis melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) kepada seluruh masyarakat Kabupaten Bogor.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Bogor, Adang Mulyana, menjelaskan TPT merupakan salah satu upaya dalam mencegah penularan TB kepada masyarakat di lingkungan pasien positif TB. Sehingga bisa terdeteksi sedini mungkin agar penularan bisa dicegah dengan optimal.

“Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat komitmen seluruh perangkat daerah terkait untuk bersama-sama melakukan intervensi TB terutama dalam mengedukasi masyarakat pentingnya TPT dalam mencegah penularan TB,” kata Adang, Selasa (12/9/2023).

Adang menjelaskan, kehadiran USAID menjadi sarana untuk mengefektifkan kembali peran tim satgas TB di Kabupaten Bogor dari mulai tingkat Kabupaten Bogor, kecamatan, desa/kelurahan, RT dan RW. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melakukan TPT.

Agar masyarakat teredukasi dan tumbuh kesadaran yang baik untuk melakukan TPT TB, ketika capaian TPT TB nya tinggi tentunya akan mendorong terwujudnya Kabupaten Bogor bebas TB di tahun 2030,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Programmer TB Dinkes Provinsi Jawa Barat, Haryah, mengatakan TB penyakit yang bisa disembuhkan melalui pengobatan juga bisa dicegah melalui TPT dengan obat tertentu, yang sudah diresimen sebagai upaya eliminasi TB di Indonesia pada 2030.

Menurutnya, ada tiga intervensi TB yang akan dicapai, pertama adalah penemuan kasus harus mencapai 90 persen success rate atau keberhasilan pengobatan harus mencapai 80 hingga 90 persen, dan pemberian TPT TB. Bahkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis ini salah satu strategi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI yang sedang gencar dilakukan. 

“Pemberitan TPT ini sangat penting dilakukan dan diikuti oleh masyarakat terutama bagi mereka yang kontak erat dengan pasien positif TB untuk menurunkan angka insiden kasus,” jelasnya.

Ia menyatakan, dari hasil skrining banyak masyarakat yang kontak erat atau serumah dengan penderita TB sudah terpapar mikobakterium, meskipun tidak sakit atau menunjukan gejala. 

“Pemberian TPT justru menyasar kepada mereka yang tidak sakit namun sudah terpapar oleh mikobakterium TB, agar bisa dicegah. Jika dibiarkan lambat laun mereka akan positif TB ketika imun tubuh menurun, tentu akan membahayakan kesehatan,” kata Haryah. 

Sementara itu, Petugas Medis TB di Puskesmas Cirimekar, Lusi, menuturkan mekanisme TPT yang dilakukan melalui skrining kepada keluarga pasien yang kontak langsung dengan pasien positif TB. Ada dua metode yang dilakukan, pertama pemberian TPT langsung bagi balita, sementara untuk usia diatas lima tahun hingga orang dewasa dilakukan screening melalui Tes Cepat Monokuler (TCM) atau tes dahak dan tes mantuk.

“Untuk balita TPT-nya diminum setiap hari selama 6 bulan dosis disesuaikan dengan berat badan (BB), sementara untuk pasien di atas lima tahun atau dewasa TPT-nya diminum seminggu sekali selama tiga bulan atau 12 kali minum sebanyak tiga tablet dengan BB 30 kg,” jelasnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement