Rabu 13 Sep 2023 07:45 WIB

Ekonom Proyeksikan Suku Bunga The Fed Tetap 5,5 Persen

Jika Fed naikkan suku bunga terlalu agresif akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Kantor The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat
Foto: Wikimedia Commons
Kantor The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Rully Arya Wisnubroto memproyeksikan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) masih akan mempertahankan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) di level 5,5 persen pada September 2023.

Keputusan The Fed untuk menaikkan atau mempertahankan suku bunga acuan akan dibahas dalam rapat Federal Open Market Commitee (FOMC) pada 20 September 2023 mendatang.

Baca Juga

"Sepertinya probabilitas pada September ini masih sangat kecil. Kalau lihat dari ekspektasi pasar, di atas 90 persen probabilitas suku bunga Fed tetap di 5,5 persen," kata Rully dalam Media Day: September 2023 oleh Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Rully menjelaskan, The Fed akan berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk mempertahankan suku bunga. Pasca pandemi Covid-19, arah The Fed dalam pengambilan keputusan sangat bergantung pada data yang ada (data dependent), terutama yang berkaitan dengan tingkat inflasi dan lapangan kerja.

"Itu memang karena mereka sudah menaikkan secara sangat agresif dari awal bulan 2022, dari 0,25 persen, saat ini 5,5 persen. Mereka masih harus berhati-hati, karena apabila terlalu agresif menaikkan suku bunga, ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sementara kalau kurang agresif maka akan berdampak pada inflasi yang akan terus naik," ujar Rully.

Namun demikian, Rully menilai masih sangat terbuka kemungkinan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi dalam rapat selanjutnya pada bulan November dan Desember mendatang, mengingat masih ada tiga pertemuan komite lagi.

Tahun ini, The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga 25 basis poin (bps) di level 5,75 persen. Kemungkinan kenaikan tersebut akan terjadi pada pertemuan FOMC bulan November dengan mengacu pada data ekspektasi pasar yang mencatatkan 43,6 persen berekspektasi akan naiknya suku bunga The Fed.

Hal itu disebabkan oleh tingkat inflasi AS yang masih cukup tinggi di level 3,2 persen pada Juli 2023. Kemudian inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) Inti AS yang saat ini tengah diawasi secara ketat juga dinilai masih tinggi. Inflasi PCE secara bertahap telah turun menjadi 4,3 persen pada Juli 2023, meskipun tercatat masih melampaui target The Fed yang sebesar 2 persen.

"Di bulan November, mereka masih akan tetap data dependent, namun kalau kita lihat terutama dari kondisi inflasi yang masih di atas target yaitu 2 persen, mungkin The Fed masih harus tetap menaikkan suku bunga. Kalau kita lihat 25 bps ke 5,75 persen," jelasnya.

Lebih lanjut, Rully menambahkan apabila suku bunga The Fed naik di level 5,75 persen, maka akan setara dengan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Menurutnya, BI telah mengantisipasi langkah The Fed tersebut.

Adapun pekan lalu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga telah memperkirakan bahwa suku bunga The Fed masih akan berpotensi meningkat hingga 6 persen. Sebagai langkah antisipasi, Perry menyampaikan bahwa BI akan terus melakukan langkah stabilisasi rupiah untuk menghalau dampak dari rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement