REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon merilis dokumen strategi yang mengungkapkan Cina dan Rusia akan menggelar serangan siber besar-besaran ke Amerika Serikat (AS) jika terjadi perang. Hal ini disampaikan dalam rangkuman dokumen yang dirilis pada Selasa (12/9/2023) lalu.
Dalam dokumen itu Pentagon mengatakan taktik itu bertujuan memicu kerusuhan, mengalihkan sumber daya berharga dan melumpuhkan mobilisasi militer. Pentagon mengatakan, taktik ini juga diterapkan di Eropa Timur selama invasi Rusia ke Ukraina. Konflik yang menjadi fokus Strategi Siber Pentagon 2023.
"Amerika Serikat menghadapi tantangan dari aktor siber jahat yang ingin mengeksploitasi kerentanan teknologi dan merusak keunggulan militer kami," kata Pentagon dalam pembukaan dokumen tersebut seperti dikutip Defence News, Rabu (13/9/2023).
"Mereka mengincar infrastruktur penting kami dan membahayakan masyarakat Amerika. Bertahan dan mengalahkan ancaman siber ini merupakan keharusan Departemen Pertahanan," kata Pentagon.
Sudah lama penjabat pertahanan AS menganggap Cina dan Rusia sebagai ancaman keamanan nasional. Mereka mengatakan sementara Cina menimbulkan ancaman paling serius dan jangka panjang, ancaman dari Rusia menjadi ancaman paling mengkhawatirkan saat ini.
Kedua negara itu memiliki persenjataan siber yang kuat. Dalam laporannya tahun 2021 lalu International Institute for Strategic Studies menempatkan Cina dan Rusia sebagai kekuatan siber terkuat nomor dua. AS berada di posisi pertama.
Dokumen Strategi Siber Pentagon 2023 menggantikan versi tahun 2018. Dokumen itu menggambarkan ancaman spionase siber Cina “luas dan meresap”, yang mampu membawa lari rahasia dagang pertahanan dan memantau warga AS.
Lebih jauh lagi dalam dokumen tersebut Pentagon mengatakan Rusia sebagai manipulator daring dan mengganggu infrastruktur penting seperti jaringan pipa, rumah sakit, dan transportasi.
“Masalah siber di mana pun baik pada infrastruktur penting, di dalam negeri dan di luar negeri–adalah sesuatu yang selalu ada dalam pikiran para pejabat tinggi kami,” kata pensiunan brigadir jenderal Angkatan Udara dan mantan kepala petugas keamanan informasi pemerintah federal Gregory Touhill.
Hal ini ia sampaikan dalam sebuah konferensi di National Harbor di Maryland. Pernyataan ini disampaikan sebelum Pentagon merilis rangkuman Strategi Siber Pentagon 2023.
“Kami terus melihat infrastruktur penting sebagai target serangan siber, seperti denial-of-service (tidak bisa masuk ke perangkat lunak), perangkat lunak berbahaya, ransomware, pencurian kekayaan intelektual, kami sangat prihatin tentang hal itu,” katanya.
Strategi Pentagon sejalan dengan rencana pertahanan digital Gedung Putih, yang diluncurkan pada bulan Maret lalu. Di dalamnya, pemerintahan Presiden Joe Biden berjanji menggunakan “semua instrumen kekuatan nasional” untuk mengganggu dan membongkar aktor-aktor siber jahat di mana pun.
Untuk melakukan hal ini diperlukan kolaborasi yang signifikan dengan pemerintah asing, pemimpin industri, dan banyak lagi.
“Konstelasi hubungan diplomatik dan pertahanan negara ini mewakili keuntungan strategis yang mendasar,” kata Pentagon dalam Strategi Siber Pentagon 2023.
“Di dunia siber, kemampuan sekutu dan mitra digabungkan dengan kemampuan Amerika Serikat untuk memungkinkan pertukaran informasi dan interoperabilitas secara tepat waktu serta berkontribusi terhadap keamanan kolektif kita,” demikian disampaikan Pentagon.