REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un memuji pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kim berpendapat pertemuan tersebut merupakan batu loncatan untuk mempererat hubungan Pyongyang dengan Moskow.
“Saya yakin pertemuan saya dengan Presiden Putin akan menjadi batu loncatan untuk meningkatkan hubungan bilateral ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Kim dalam sebuah tayangan stasiun televisi Rusia, Rabu (13/9/2023).
Kim dan Putin bertemu Kosmodrom Vostochny, yakni situs peluncuran roket luar angkasa paling modern di Rusia. Menurut kantor berita Rusia, TASS, Putin dan Kim melakukan pembicaraan selama sekitar dua jam. Putin dan Kim terlebih dahulu mengadakan pembicaraan dengan delegasi mereka, sebelum mengadakan perundingan empat mata.
Setelah pembicaraan bilateral, Putin mengundang Kim menghadiri jamuan makan malam. Saat menerima kunjungan Kim di Kosmodrom Vostochny, Putin sempat mengajak Kim berkeliling. “Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korut Kim Jong-un bersama-sama mengunjungi fasilitas peluncuran roket Soyuz-2. Kedua pemimpin juga mengunjungi fasilitas peluncuran Angara yang sedang dibangun sejak 31 Mei 2019. Proyek tersebut kini berada pada tahap akhir,” tulis TASS dalam laporannya.
Putin pun mengisyaratkan siap membantu Korut membangun kemampuan antariksanya. Saat menerima kunjungan Kim, awak media sempat bertanya kepada Putin apakah mereka berdua akan membahas tentang pasokan senjata. Putin menjawab bahwa dia dan Kim bakal mendiskusikan banyak isu.
Awak media kemudian melayangkan pertanyaan apakah Rusia akan membantu Korut membangun satelit. “Itulah sebabnya kami datang ke sini. Pemimpin Korut menunjukkan minat yang besar terhadap teknik roket, mereka juga mencoba mengembangkan antariksa,” jawab Putin.
Sementara itu, di tengah lawatan Kim Jong-un ke Rusia, Korut kembali meluncurkan setidaknya dua rudal balistik di lepas pantai timurnya. Militer Korea Selatan (Korsel) dan penjaga pantai Jepang mengonfirmasi peluncuran rudal tersebut. Pengujian rudal oleh Pyongyang diketahui merupakan pelanggaran atas sanksi PBB.
Dewan Keamanan PBB telah menjatuhkan sanksi militer dan ekonomi terhadap Korea Utara sejak tahun 2006 atas program nuklirnya.