Rabu 13 Sep 2023 17:26 WIB

Insentif Likuiditas Makroprudensial Naik, Berlaku 1 Oktober

Insentif Likuiditas Makroprudensial naik dari 2,8 persen menjadi empat persen.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan akan melakukan penguatan stimulus bagi perbankan dengan menerbitkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan kebijakan tersebut akan pada 1 Oktober 2023.

"Besaran likuiditas yang kita berikan meningkat, kita tingkatkan, kita perkuat," kata Juda dalam Seminar Nasional Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), Rabu (13/9/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan insentif kebijakan KLM dulunya hanya 2,8 persen dari dana pihak ketiga perbankan. Dengan kebijakan terbaru, insentif tersebut naik menjadi empat persen dari dana pihak ketiga perbankan.

"Sehingga total insentif likuiditas yang diberikan dengan asumsi semua perbankan memenuhi ini yaitu Rp 156 triliun yang diharapkan ini bisa mendorong pertumbuhan kredit dan pembiayaan," jelas Juda.

Selain aspek kenaikan nominal insentif, Juda memastikan BI juga melakukan penajaman sektornya. Khususnya sektor-sektor yang didorong untuk mendapatkan insentif likuiditas ketika perbankan sudah menyalurkannya.

Dia menuturkan, terdapat lima tujuan utama yang menjadi pertimbangan BI dalam memilih sektor yang akan didukung melalui insentif tersebut. "Yang pertama adalah untuk meningkatkan nilai tambah dan memperbaiki struktur ekonomi," ungkap Juda.

Untuk itu, Juda menuturkan sektor hilirisasi minerba maupun nonminerba akan didorong. Dia mengatakan, hilirisasi bukan hanya menambah nilai tambah tetapi juga memperbaiki struktur ekonomi dan pada akhirnya akan memperbaiki neraca pembayaran Indonesia.

"Karena kalau sudah hilirisasi, kita punya mineral yang sudah diolah, hasil-hasil pertanian sudah diolah yang bisa turunannya bisa bermacam-macam maka ada produk-produk yang sebelumnya kita impor maka kita bisa produksi dalam negeri bahkan kita bisa ekspor," jelas Juda.

Pertimbangan kedua yaitu memberikan daya ungkit pertumbuhan ekonomi melalui sektor-sektor yang memiliki backward dan forward linkage. Dalam hal tersebut, Juda menyatakan sektor perumahan dan properti memiliki forward dan backward linkage yang kuat akan didorong.

Hal itu termasuk dalam penyerapan dari sisi lapangan kerja. "Dalam hal ini termasuk perumahan rakyat di mana backlog-nya masih sangat besar," tutur Juda.

Pertimbangan ketiga adalah membangun ketahanan pangan nasional. Dengan begitu, sektor ketahanan pangan juga menurutnya perlu terus didorong seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Lalu pertimbangan keempat yaitu mendukung pemulihan di sektor-sektor tertentu yang masih membutuhkan dukungan. "Terutama karena dampak dari Covid-19 kemarin yang memang masih membutuhkan dukungan dampak sangat besar sekali ke sektor-sektor ini sehingga mereka belum pulih dan ini perlu dorongan terus dari sisi perbankan seperti sektor pariwisata, perhotelan, dan restoran," ungkap Juda.

Lalu pertimbangan kelima yaitu mendukung pembiayaan inklusif dan hijau yaitu untuk UMKM, ultra mikro, serta sektor-sektor yang berwawasan lingkungan. Dia menegaskan, kebijakan makroprudensial tersebut untuk mendorong dan menjaga momentum ekonomi melalui pembiayaan dunia usaha.

"Kami benar-benar ingin agar suplai perbankan yang optimistis tahun ini dia bisa menyalurkan 11,9 persen, bahkan lebih tinggi dari rencana awal di awal tahun sekitar 10 persen. Perbankan optimistis artinya masih memiliki dana untuk menyalurkan kredit," jelas Juda.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement