REPUBLIKA.CO.ID, TAFEGHAGHTE -- Tiga hari setelah gempa bumi besar melanda Maroko, dan meratakan desanya, Abdul Karim mengatakan bahwa ia masih menunggu bantuan pemerintah dan tim penyelamat datang. Ia berharap ada tim yang membantu mencari keluarganya yang tertimpa bangunan yang hancur.
Tak hanya Abdul Karim, banyak warga mengeluhkan bahwa regu penyelamat tidak muncul selama berhari-hari, sehingga keluarga-keluarga harus menggali sendiri reruntuhan bangunan dengan tangan mereka sendiri.
"Kami tidak meminta banyak - tidak ada vila, hanya rumah-rumah kecil," katanya, seraya menambahkan bahwa warga Maroko biasa membawa makanan ke daerah yang berjarak sekitar satu jam perjalanan ke selatan Marrakesh ini.
Namun ia dan rekan-rekannya sesama warga desa hanya mendapat sedikit bantuan dari pemerintah. "Ratusan orang mengalami kerusakan rumah. Mereka tidak memiliki tempat berlindung," ujarnya. "Mereka menunggu pemerintah melakukan sesuatu," kata Abdul Karim.
Bagi orang-orang seperti Zahra Ait Abdalah, 50 tahun, yang rumahnya hancur dan luluh lantak di daerah Douar Dlam, pinggiran kota Marrakesh, tidak bisa berharap banyak bantuan datang dengan cepat.
"Kami tidak punya apa-apa, karena semua harta benda kami - uang, pakaian, semuanya - ada di dalam," kata Abdalah, yang mengungsi di sebuah tenda bersama suami dan lima anaknya.
"Atapnya menimpa kepala saya, dan saya terluka," tambahnya. Sekarang "Saya tidak punya apa-apa untuk dipakai. Dan saya tidak punya apa-apa untuk dimakan," kata Abdalah.
Tiga mil ke utara, di kota Amizmiz, antrean panjang orang menunggu sejak Selasa (12/9/2023) di bawah teriknya matahari untuk mendapatkan bantuan dari tentara. Beberapa orang mengungkapkan rasa frustasi mereka tentang jumlah bantuan yang telah diberikan, dan para perwira militer berusaha melakukan yang terbaik untuk menenangkan orang banyak.
Mereka tidak sendirian dalam mengkritik pemerintah Maroko yang lamban dalam memberikan bantuan setelah gempa dahsyat yang terjadi pada hari Jumat 8 September lalu.
Gempa dahsyat ini telah menewaskan sedikitnya 2.800 orang. Beberapa warga mengeluhkan bahwa tim penyelamat tidak muncul selama berhari-hari, sehingga keluarga-keluarga harus menggali sendiri reruntuhan bangunan dengan tangan mereka sendiri.
Pemerintah dan Raja Mohammed VI berusaha bersikap sangat tenang, dengan hanya mengeluarkan beberapa pernyataan singkat. Dan sementara para pejabat dari beberapa negara, seperti Inggris, telah memuji upaya bantuan tersebut, beberapa ahli mempertanyakan keengganan Maroko untuk menerima bantuan dari negara lain.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah keengganan tersebut dimotivasi oleh geopolitik. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan bahwa AS siap membantu "dengan cara apa pun yang bisa dilakukan," namun ia mengatakan dalam sebuah wawancara pada hari Ahad dengan ABC News bahwa ia masih "menunggu kabar dari pemerintah Maroko" mengenai apakah bantuan diperlukan atau diinginkan.
Prancis, penguasa Maroko dari tahun 1912 hingga 1956, telah diberitahu bahwa bantuannya tidak diperlukan, kata juru bicara kementerian luar negeri Prancis, Anne-Claire Legendre, kepada radio Prancis hari Ahad.
"Pihak berwenang Maroko tahu persis apa yang dapat diberikan," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron pada KTT G 20 di New Delhi. "Tapi kami siap membantu mereka," ujar Macron.
Kementerian Dalam Negeri Maroko mengatakan untuk saat ini, Maroko hanya menerima tim pencari dari empat "negara sahabat" yakni Spanyol, Inggris, Qatar dan Uni Emirat Arab. Jika diperlukan, pernyataan itu menambahkan, pihaknya akan menerima bantuan dari negara-negara "sahabat" lainnya.
Menteri Luar Negeri Maroko belum menanggapi permintaan komentar mengenai mengapa Maroko tidak menerima tawaran bantuan dari negara-negara lain. Maroko memilih-milih negara donor karena "campuran antara kebanggaan dan ketidakmampuan," kata Lise Storm, seorang profesor yang berspesialisasi dalam politik Afrika Utara di Universitas Exeter, Inggris.
Namun Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah telah mengeluarkan dana sebesar 1 juta franc Swiss (1,1 juta dolar AS) untuk membantu upaya tersebut. Lembaga-lembaga independen tersebut harus menjaga hubungan dengan negara penerima bantuan.
Sehingga tidak diharapkan untuk "mengomentari pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut geopolitik, politik nasional atau kebijakan," ujar Todd Bernhardt, juru bicara Korps Medis Internasional.