Kamis 14 Sep 2023 13:05 WIB

'Literasi Digital Diperlukan untuk Tangkal Hoaks Jelang Tahun Politik'

Terdapat empat pilar literasi digital.

Kegiatan Literasi Digital yang mengusung tema Cerdas dan Bijak dalam Bermedia Sosial di Surabaya, Ahad (10/9/2023).
Foto: dokpri
Kegiatan Literasi Digital yang mengusung tema Cerdas dan Bijak dalam Bermedia Sosial di Surabaya, Ahad (10/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Teknologi digital semakin berkembang pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan literasi digital yang dapat meningkatkan produktivitas sehari-hari, juga menghindari risiko seperti penipuan, phising, dan pencurian identitas. Selain itu, literasi digital yang dapat membantu kita mengakses informasi dan memanfaatkan informasi tersebut dengan baik dan benar.

"Kemampuan memilih dan memilah informasi sangat krusial, terlebih dalam memasuki masa tahun politik dimana hoaks dan misinformasi bertebaran setiap harinya. Karena itu, Kemenkominfo mengemban amanat dari Presiden Jokowi untuk menjadi garda terdepan dalam percepatan transformasi digital bangsa Indonesia," kata Dirjen Aptika Kemkominfo RI, Semuel Abrijani Pangerapan dalam kegiatan literasi digital di Ballroom HARRIS Hotel & Conventions Bundaran Satelit Surabaya, Ahad (10/9/2023) lalu.

Semuel mengungkapkan upaya meningkatkan literasi digital ini akan terus dilakukan hingga ke seluruh pelosok negeri tanpa terkecuali. "Harapannya, pengetahuan literasi digital yang didapat melalui acara ini dapat diteruskan pada orang-orang di sekitar kita: orangtua, teman, rekan kerja kita serta masyarakat pada umumnya agar bangsa Indonesia makin cakap digital untuk Indonesia terkoneksi," katanya dalam siaran pers, Kamis (14/9/2023).

Sekretaris Eksekutif Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Anthonius Steven Lalu mengatakan seiring dengan perkembangan teknologi, kita harus rendah hati, belajar, bekerja sama, beradaptasi, bertransformasi, dan berproduksi. Ia juga berharap dengan terselenggaranya acara ini kaum muda kita dapat menjadi melek informasi, yang artinya mampu untuk menganalisa sumber informasi yang didapatkan sehingga tidak akan diberdayakan teknologi.

berdasarkan data kependudukan tahun 2022 ada lebih dari 215 juta penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Pengguna internet di Indonesia rata-rata 7,42 jam perhari. Studi dari Microsoft yang keluar pada awal tahun 2021 lalu, menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna internet yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Banyaknya pengguna internet di Indonesia tidak dibarengi oleh literasi digital yang piawai.

"Pada tahun 2021, Kominfo mendapat amanah dari Presiden Jokowi untuk mencanangkan program Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia," kata Direktur Eksekutif ICTWatch Indonesia, Indriyatno Banyumurti.

Ia memaparkan, terdapat empat pilar literasi digital yaitu Cakap, artinya kemampuan memakai teknologi digital untuk mengunakannya; Aman, artinya keamanan data pribadi di dunia digital; Budaya, artinya mengejawantahkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan ke dalam aktivitas digital sehari hari; dan Etis, artinya memperhatikan setiap tutur kata yang digunakan dalam keseharian dalam dunia digital.

Indriyatno Banyumurti juga menyebutkan bahwa berita hoaks muncul di media digital yang sama seperti sebagaimana dipakai dalam keseharian, contohnya WhatsApp, Facebook, Instagram, dan lain sebagainya. "Demi terhindarkan dari berita hoaks, maka sudah semestinya mengenali ciri-ciri dari berita hoaks, yaitu; menyerang perasaan, mendesak untuk disebarkan, ketidakjelasan sumber berita, tidak logis, judul berita yang provokatif," ujarnya.

Indriyatno Banyumurti juga memberi tahu beberapa cara menanggulangi berita hoaks antara lain; keharusan berpikir kritis, memeriksa adakah ciri hoaks di dalamnya, cermati Alamat situs, dan memeriksa orisinalitas berita di https://s.id/cekhoaks. Saring sebelum sharing, sabar sebelum sebar.

Pada kesempatan yang sama influencer Yohana Vanda yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini membahas soal 'Etis Bermedia Sosial'. Menurutnya, etika di media sosial harus sama seperti etika saat berjumpa langsung dengan orang yang dituju.

"Etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya, etika berlaku meskipun hanya seorang diri. Etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Perlu adanya kebijaksanaan dalam memilah dan memilih konten untuk dibagikan di sosial media, karena segala sesuatu yang telah diunggah ke platform media sosial akan otomatis menjadi konsumsi publik," jelasnya.

Yohana juga mengungkapkan bahwa orang muda sangat berpotensi untuk membawa dampak bagi masyarakat di sekelilingnya dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar.

"Sebagai orang muda sudah seharusnya memiliki kemampuan untuk menyaring kabar yang seringkali hilir mudik mencari sasaran berita hoaks yang memiliki kemungkinan menjadi korban cyberbullying. Cyberbullying merupakan tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital. Tindakan ini bisa dilakukan terus menerus oleh yang bersangkutan hingga korbannya mengalami depresi. Berbuat baik dan jagalah etika dalam bermedia sosial," paparnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Pradita Prof Richardus Eko Indrajit,yang juga menjadi narasumber ketiga memaparkan soal 'Cerdas Menggunakan Teknologi dan Media Sosial dalam Mewujudkan Algoritma Kebangsaan'. "Nilai Algoritma kebangsaan harus ditingkatkan agar nilainya lebih banyak dari pada algoritma yang merusak. Oleh karena itu, tiktok, IG, FB, twitter harus dipergunakan untuk mempromosikan Indonesia yang hebat dengan cara yang sopan santun," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement