Kamis 14 Sep 2023 13:16 WIB

Kebijakan Istithaah Kesehatan Haji Jangan Jadi Momok Bagi Masyarakat

Kemenag mengevaluasi aturan istithaah kesehatan haji terutama sebelum pelunasan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Dokter memeriksa kesehatan calon haji di Klinik Kesehatan Satelit, kawasan Hotel Arkan Bakkah, Mahbas Jin, Mekah, Arab Saudi, Selasa (13/6/2023).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Dokter memeriksa kesehatan calon haji di Klinik Kesehatan Satelit, kawasan Hotel Arkan Bakkah, Mahbas Jin, Mekah, Arab Saudi, Selasa (13/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (Bersathu) mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) agar kebijakan istithaah kesehatan sementara dan permanen tidak menjadi momok bagi masyarakat. Sehubungan dengan itu, Bersathu menyarankan agar regulasi, sosialisasi dan infrastruktur untuk pelaksanaan kebijakkan istithaah itu harus kuat dan baik.

Sebelumnya, Rakernas Evaluasi Penyelenggaran Haji 1444 H/ 2023 M merekomendasikan calon jamaah haji yang tidak istithaah akan dibagi dalam dua kategori. Yakni tidak istithaah sementara dan tidak istithaah tetap atau permanen. Istithaah kesehatan juga akan ditetapkan lebih awal sebelum pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). 

Baca Juga

Ketua Umum Bersathu, Wawan Suhada mengatakan, menyambut baik tentang rencana penerapan kebijakan istithaah kesehatan tersebut. Menyambut baik kebijakan itu karena tujuan pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU).

"Memastikan bahwa jamaah yang sehat, yang memenuhi kriteria, yang memenuhi standar kesehatan, tertentu saja yang diperbolehkan berangkat dan melaksanakan ibadah haji melalui proses pemastian istithaah, baik itu aturan istithaah permanen ataupun sementara," kata Wawan saat dihubungi Republika, Kamis (14/9/2023).

Ia menyampaikan, tujuan Kemenag untuk kenyamanan jamaah dan juga mengurangi angka kematian pada saat prosesi haji kedepannya. Memahami betul spirit dari Kemenag memastikan bahwa hanya jamaah yang lulus konsep istithaah saja yang diperbolehkan berangkat haji.

Wawan mengingatkan, namun pada kenyataannya nanti ada beberapa kendala. Pertama yang dibayangkan akan ada situasi di mana jika standarisasi istithaah ini hanya menggunakan satu aplikasi saja yakni Satu Sehat, dipastikan konsep-konsep keberangkatan haji kedepannya akan terbentur menggunakan sistem aplikasi yang memiliki track record bagi jamaah haji.

"Jika seseorang memiliki track record dalam aplikasi tersebut ini tidak menjadi masalah, tapi kedepannya, jika ada jamaah haji yang tidak memiliki track record dalam aplikasi yang ditentukan oleh pemerintah ini yang menjadi sebuah kendala besar," ujar Wawan.

Wawan menegaskan, pemerintah harus memastikan standarisasi dari proses memastikan istithaah atau tidak. Peralatan apa yang disiapkan pemerintah terutama dari infrastruktur kesehatan. Apa yang menjadi landasan yang akan digunakan oleh pemerintah. Tentunya ini harus disosialisasikan terlebih dahulu sebelum akhirnya diterapkan oleh pemerintah.

Ia mengatakan, pada praktiknya nanti di lapangan, jangan sampai persepsi masyarakat menimbulkan tanda tanya besar terkait kebijakan istithaah ini. 

"Apakah tujuan istithaah ini untuk mempersulit jamaah atau mempermudah jamaah untuk berangkat haji, jangan sampai konsep istithaah ini justru malah membuat bumerang atau momok buat masyarakat bahwa haji ke depan ini harus orang-orang sehat saja, baik fisik maupun finansial, karena konsep istithaah ini bukan hanya bicara soal kemampuan fisik seseorang tapi juga kemampuan finansial seseorang," jelas Wawan.

Wawan mengingatkan, jadi jangan sampai seolah-olah di mata masyarakat, Kemenag mempersulit calon jamaah haji untuk berangkat haji. Ini yang perlu hati-hati dan diantisipasi melalui sosialisasi yang kuat di lapangan dan peralatan serta infrastruktur yang harus disiapkan secara matang oleh pemerintah.

"Itu yang harus kita pastikan bersama baik dari sisi regulasi maupun penerapan-penerapan di lapangan harus berjalan lancar," ujar Wawan.

Ia menambahkan, jangan lupa bahwa haji melibatkan banyak sekali unsur atau komponen dalam penerapannya dan pelaksanaannya. Termasuk perlu dipertimbangkan antrean yang sudah lama dinanti oleh calon jamaah Indonesia. Bayangkan seorang warga dari perkampungan yang jauh di sana, sudah mengantre puluhan tahun hanya karena regulasi istithaah kesehatan maupun finansial, akhirnya orang tersebut tidak bisa berangkat haji.

"Itu menjadi sebuah situasi yang harus kita pertimbangkan secara matang," ujar Wawan.

Ia mengatakan, sangat mendukung konsep istithaah hasil rakernas evaluasi penyelenggaraan haji 2023, namun harus melihat pelaksanaannya di lapangan. Pelaksanaan di lapangan harus lancar dan halus dari sisi regulasi, sosialisasi, pelaksanaan, infrastruktur dan faktor-faktor pendukung lainnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement