REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk mendesak semua faksi politik Libya untuk mengatasi kebuntuan politik guna memastikan akses bantuan bagi korban banjir.
Sejak kematian Muammar Gaddafi pada tahun 2011, Libya diperintah oleh dua pemerintahan yang bersaing, satu di Tripoli dan yang lainnya di Tobruk.
“Saya menyerukan kepada semua aktor politik Libya untuk mengatasi kebuntuan dan perpecahan politik, dan bertindak secara kolektif dalam memastikan akses bantuan,” kata Turk dalam sebuah pernyataan.
“Ini saatnya menyatukan tujuan, bahwa semua yang terdampak harus segera mendapat bantuan, tanpa memandang afiliasi apa pun," ujar dia, menegaskan.
Turk menekankan pentingnya untuk memastikan perlindungan terhadap kelompok rentan yang lebih berisiko pasca bencana yang menewaskan ribuan orang tersebut.
Dia pun menekankan bahwa HAM harus menjadi inti dari upaya tanggap bencana.
“Kita perlu berinvestasi dalam pencegahan dan ketahanan,” kata dia.
Lebih lanjut Turk menyebut Badai Daniel sebagai "pengingat yang fatal" mengenai dampak perubahan iklim terhadap dunia.
“Saya berdiri bersama rakyat Libya dan menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada mereka yang berduka atas kehilangan yang tidak dapat tergantikan,” tutur dia.
Sedikitnya 6.000 korban tewas dan ribuan lainnya masih hilang akibat banjir akhir pekan di Libya timur, menurut para pejabat.
Bencana itu dipicu hujan deras yang melanda beberapa wilayah, terutama kota Derna, Benghazi, Al-Bayda, Al-Marj, dan Soussa.