Kamis 14 Sep 2023 17:30 WIB

Dirjen: Ubah Lagu Halo Halo Bandung Langgar Konvensi Bern

Dirjen Kekayaan Intelektual sebut ubah lagu Halo Halo Bandung melanggar Konvensi Bern

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Patung Ismail Marzuki. Lagu Halo Halo Bandung merupakan ciptaan Ismail Marzuki. Dirjen Kekayaan Intelektual sebut ubah lagu Halo Halo Bandung melanggar Konvensi Bern.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Patung Ismail Marzuki. Lagu Halo Halo Bandung merupakan ciptaan Ismail Marzuki. Dirjen Kekayaan Intelektual sebut ubah lagu Halo Halo Bandung melanggar Konvensi Bern.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemenkumham mengamati perbincangan hangat di media sosial terkait lagu berjudul Halo Kuala Lumpur yang diunggah oleh channel YouTube: Lagu Kanak TV. Lagu tersebut diduga telah melanggar hak cipta atas karya lagu Halo, Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki karena dianggap mengambil musik dan mengubah lirik aslinya.

Perlu diketahui bahwa karya cipta lagu 'Halo Halo Bandung' pertama kali diumumkan pada 1 Mei 1946. Saat ini lagu tersebut telah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham dengan nomor permohonan EC00202106966.

Baca Juga

Dirjen Kekayaan Intelektual Min Usihen menegaskan sifat menghormati karya orang lain adalah prinsip dasar dalam menjaga keberlanjutan ekosistem kreatif, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itu, masyarakat di seluruh dunia diingatkan untuk memahami pentingnya pelindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain.

"Oleh sebab itu kita tidak bisa mengubah karya milik orang lain tanpa persetujuan pencipta maupun pemegang hak cipta," kata Min dalam keterangannya pada Kamis (14/9/2023). 

 

Lalu, bagaimana tindakan maupun upaya hukum untuk dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh warga negara lain? Min menjelaskan pelindungan Hak Cipta berlaku universal di seluruh negara yang telah meratifikasi Konvensi Bern.

Ini termasuk Indonesia yang merupakan anggota Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Work dan telah diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997. 

"Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka Karya Cipta lagu Halo-halo Bandung yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern yang sampai saat ini berjumlah 181 negara termasuk di Malaysia sebagai anggota konvensi Bern atas hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut," ucap Min.

Kendati demikian, Min mengakui upaya penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain baik untuk hak moral dan/atau hak ekonomi, Konvensi Bern menyebutkan penggunaan azas independence of protection. Dengan demikian pelindungan dan penegakan hukum Hak Cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara di mana karya hak cipta tersebut dilanggar. 

"Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang Undang Hak Cipta di negara tersebut," ucap Min.

Selanjutnya, Min menerangkan jika pencipta atau pemegang hak ciptanya sudah meninggal dunia maka ahli waris sebagai pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta miliknya. 

"Apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR)," ucap Min. 

Adapun, ADR adalah bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. DJKI sebagai focal point kekayaan intelektual Indonesia dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut. 

Sebagai informasi, di Indonesia pelindungan hak cipta atas karya cipta lagu berlaku selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta).

Pencatatan hak cipta di Indonesia tidak diwajibkan, akan tetapi para kreator didorong untuk mencatatkannya di DJKI sebagai bagian dari upaya defensif apabila suatu ketika terjadi klaim dari pihak lain yang merugikan pencipta atau pemegang hak cipta.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement