REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Saiful Mujani menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mewakili tiga blok sosiologis. Menurutnya, ada yang mendefinisikan Anies-Muhaimin sebagai pasangan modernis dan tradisionalis, HMI dan PMII.
Bahkan, setelah deklarasi ada pula yang mengeklaim jika HMI dan PMII sudah bersatu tidak bisa dikalahkan. Setidaknya, ada dua kekuatan besar yaitu NU dan Anies, yang sekalipun bukan Muhammadiyah tapi representasi HMI.
Saiful menuturkan, Anies mungkin didefinisikan pula sebagai satu faksi pewaris tradisi politik modernis, Masyumi. "Jadi, penjelasan ini kombinasi yang bagus, saling mengisi antara PKB dengan Anies. Sedangkan, Nasdem lebih masuk kategori partai nasionalis," kata Saiful, Kamis (14/9/2023).
Belakangan, ia melihat, Anies Baswedan sendiri maupun PKS memang banyak didefinisikan sebagai representasi dari yang lebih modernis. Karenanya, menjadi menarik ketika kekuatan itu bertemu tradisionalis seperti PKB.
"Artinya, bertemu sayap modernis dan sayap tradisionalis, ditambah satu sayap nasionalis, Nasdem," ujar Saiful.
Secara teoritis, ia merasa, tiga partai tersebut merepresentasikan tiga entitas sosiologis pemilih. Tradisionalis NU, modernis PKS, satu faksi dari Masyumi dan nasionalis Nasdem. Menurut Saiful Mujani, poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Anies-Muhaimin dinilai lengkap. "Ini koalisi yang merepresentasikan tiga blok sosiologis yang berbeda," kata Saiful.
Terkait deklarasi pasangan Anies-Muhaimin, Saiful sepakat, hampir tidak ada yang menduga. Apalagi, Anies Baswedan sudah berada di Koalisi Perubahan dan Muhaimin Iskandar dan PKB sudah lama berada di KKIR.
Namun, ia melihat, Prabowo Subianto dan Partai Gerindra terlihat hanya menginginkan PKB, bukan Cak Imin. Karenanya, ketika ada peluang dari Partai Nasdem, PKB tidak membuang peluang itu dan langsung menyambutnya.
"Itu yang jadi latar kejutan, terlepas dari hasilnya nanti seperti apa," ujar Saiful.