Jumat 15 Sep 2023 06:30 WIB

Datangnya Pasukan Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad

Kedatangan pasukan gajah adalah peristiwa menjelang lahirnya Nabi Muhammad.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Datangnya Pasukan Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad. Foto: Pasukan gajah Raja Abrahah (ilustrasi)
Foto: blogspot.com
Datangnya Pasukan Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad. Foto: Pasukan gajah Raja Abrahah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Pada kalender Masehi, perkiraan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW jatuh pada abad ke-6 Masehi, sekitar tahun 570 atau 571 Masehi, di kota Makkah.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa penting dalam agama Islam, dan tanggal ini diperingati oleh umat Muslim sebagai Maulid Nabi atau Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya.

Baca Juga

Hari kelahiran Nabi Muhammad juga diwarnai dengan datangnya pasukan gajah yang dibawa oleh Raja Abrahah yang kafir. Bagaimana kisahnya?

Diceritakan dalam buku “Amalan Sepanjang Tahun: Meraih Pahala di Bulan-Bulan Hijriah” terbitan Tinta Medina, di tengah-tengah bangsa Arab Jahiliyah saat itu, kehinaan dan kehampaan hidup benar-benar semakin parah.

Penghancuran nilai-nilai tauhid disekitar Baitullah (Ka'bah) melalui kebiasaan mereka yang menyembah Berhala sungguh telah mencapai puncaknya. Hingga datanglah ancaman dari pasukan bergajah yang hendak menghancurkan Ka'bah.

Ketika para pasukan bergajah yang kuat itu telah hampir mendekati Baitullah dan bersiap siap hendak menghancurkannya, orang-orang musyrik dari kalangan Arab berkumpul di sekitar Ka'bah dalam keadaan takut dan khawatir.

Sebenarnya mereka menyadari dan memahami bahwa patung-patung yang mereka sembah tersebut tidak akan bisa memberikan bahaya ataupun manfaat kepada diri mereka. Namun, begitulah akibat dari hati yang kotor yang tidak mau berusaha menggapai hidayah Allah, mereka tetap saja pada keyakinan mereka yang menyembah patung.

Pada saat itu Abdul Muthalib yang merupakan pemimpin Quraisy hanya bisa terpaku dan pasrah, tidak bisa berbuat apapun untuk melindungi Baitullah. Beliau berdiri di hadapan kaumnya seraya berkata,

“Adapun mengenai Baitullah aku serahkan sepenuhnya kepada yang memilikinya, hanya Dia lah yang bisa menjaganya dari kehancuran.”

Di balik Baitullah dia bermunajat kepada-Nya,

“Ya Tuhan sesungguhnya hamba-Mu telah menjaga apa yang telah menjadi miliknya (harta kekayaan). Jagalah apa yang Engkau miliki (Baitullah) dari kebinasaan. Kekuatan mereka tidak akan pernah dapat mengalahkan kekuatan-Mu.  Jika engkau meninggalkan kami dan Ka'bah-Mu, kepada siapa lagi kami harus meminta pertolongan dan perlindungan?”

Tidak ada seorang pun yang sanggup melindungi Baitullah ketika itu. Seandainya Allah benar-benar murka terhadap umat manusia ketika itu, tentu lah dia akan menjadikan kiamat di kawasan tersebut.  Namun Allah dengan sifat Maha Pengasih dan Penyayang-Nya masih menghendaki keamanan, ketenangan, dan kedamaian untuk umat manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement