REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ingin mengabadikan kebahagiaan malah berakhir dihujat warganet. Tampaknya, hal ini menjadi penggambaran yang pas untuk calon pengantin (catin) yang beberapa hari terakhir ramai dibahas di media sosial.
Konon, foto-foto prewedding yang dilakukan di Gunung Bromo ini berubah sial. Kebakaran akibat flare yang digunakan sebagai properti catin ini merugikan banyak pihak.
Seperti yang diketahui, pernikahan merupakan sebuah momen baru dalam hidup setiap manusia. Untuk merayakan hari besar itu, tidak sedikit catin yang memutuskan untuk melakukan sesi foto prewedding sebagai kenang-kenangan.
Namun, bagaimanakah pandangan dan hukum Islam terkait hal ini? Apakah berfoto dengan bukan mahramnya ini diperbolehkan?
Pimpinan Ma'had Aly Zawiyah Jakarta, Ustazah Badrah Uyuni, menyebut foto yang dilakukan oleh catin ini boleh-boleh saja, asalkan tahu batasannya. Salah satunya tidak bersentuhan karena belum sah di mata hukum dan agama.
"Kalau zaman dulu, orang tidak difoto pun tetap nikah. Ini karena tren, biar ketahuan. Intinya, foto ini di antara ulama ada iktilaf, apakah boleh atau tidak. Tapi karena kebutuhan saat ini, foto menjadi boleh," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (14/9/2023).
Ia menyebut berfoto diperbolehkan asalkan memiliki batasan yang wajar. Ketika melakukan foto prewedding, catin harus ingat agar menjaga aurat dan tidak bersentuhan karena belum mahram.
Selanjutnya, perlu diperhatikan pula tujuan dari foto yang sudah dibuat itu. Apakah untuk kenang-kenangan yang disimpan atau hanya hiasan yang nantinya akan dibuang.
"Intinya, kalau misal dicetak dan ditaruh di undangan tapi berakhir dibuang, ini mubazir. Kalau misal dipajang saat pernikahan lalu disimpan di rumah, ya silahkan saja," kata Ustazah Badrah.
Dalam pernikahan, ia menyebut ada beberapa hal yang menjadi inti penting dan tidak bisa ditinggalkan. Mereka adalah kesiapan memberikan mahar, kesiapan dari sisi kesehatan dan ada pasangan atau jodohnya. Selain itu, menurut dia, adalah perintilan tambahan atau masalah sosial.
Terkait kegiatan bimbingan perkawinan yang disediakan di setiap KUA, Ustazah Badrah menyebut hal ini merupakan tindakan antisipasi dari pemerintah melihat meningkatnya angka perceraian di tengah masyarakat. Hal ini bisa diikuti sebagai sarana catin menyamakan persepsi terkait pernikahan.
"Pernikahan dalah ibadah seumur hidup. Karena ini perjuangan yang panjang, sebetulnya belajarnya juga harus lama. Tapi ini difasilitasi oleh pemerintah, agar menekan angka kegagalan rumah tangga," kata dia.
Meski hal ini bagus dan dianjurkan, Ustazah Badrah menyebut tidak sedikit catin yang mangkir dari kegiatan tersebut. Di sisi lain, terkadang durasi yang pendek atau penyampaian secara daring juga dirasa tidak maksimal dalam membantu catin mempersiapkan diri untuk kehidupan berumah tangga.