REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD Kota Yogyakarta menyebut mendukung setiap langkah yang dilakukan dalam mengatasi persoalan sampah. Termasuk pengolahan sampah dengan mengadopsi teknologi asal Korea Selatan yang akan dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta dengan menggandeng investor swasta.
"Pada prinsipnya, kami akan mendukung apapun pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Yogyakarta. Karena itu juga sesuai wilayah Kota Yogya yang sempit, dan pengelolaan sampah mau tidak harus beralih ke teknologi," kata Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Ririk Banowati kepada Republika, Kamis (14/9/2023).
Ririk menyebut pengolahan sampah menggunakan teknologi ini perlu dilakukan mengingat Kota Yogyakarta tidak memiliki lahan yang cukup dalam mengolah sampahnya. Selain itu, dibutuhkannya teknologi ini juga dikarenakan kondisi TPA Regional Piyungan yang saat ini terbatas menerima sampah.
TPA Piyungan sendiri baru dibuka kembali untuk menerima sampah pada 6 September 2023 setelah ditutup selama 1,5 bulan. Meski sudah dibuka, TPA Piyungan menerima sampah secara terbatas yang awalnya hanya 180 ton per hari, namun beberapa hari lalu kuota sampah yang dapat masuk ke TPA Piyungan ditambah menjadi 350 ton per hari.
"Kita sejak awal sudah memberikan masukan ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup) jangan selalu bergantung ke Piyungan. Bahkan butuh satu pekan memulihkan (melakukan penataan dalam rangka mengurangi volume sampah di) TPA (Piyungan saat dibuka), artinya mengosongkan, apalagi ini (ditutup) berbulan-bulan, 1,5 bulan. Akhirnya bukan memulihkan TPA lagi, tapi sampah jadi bertebaran di mana-mana. Jadi, kami mendukung apapun yang jadi kebijakan Kota (Yogya) terkait pengelolaan sampah, yang penting sesuai aturan dan kebutuhan," ujar Lilik.
Meski begitu, Ririk menyebut kemungkinan untuk perencanaan anggaran teknologi pengolahan sampah ini baru bisa dilakukan pada 2024 mendatang. Hal ini dikarenakan pembahasan terkait rancangan perubahan APBD tahun ini sudah dilakukan.
"Prinsipnya, memang belum pernah dibahas (oleh Pemkot Yogyakarta) dengan kami terkait akan menggandeng investor untuk pengelolaan sampah dengan mengadopsi teknologi Korea. Cuma kalau memang itu mau direncanakan, mungkin di 2024. Soalnya, kalau direncanakan di 2023 tidak mungkin karena pembahasan perubahan kemarin sudah paripurna, mungkin bisa direncanakan di 2024," ungkapnya.
Ririk juga menyinggung terkait pengusulan pembelian incinerator oleh DLH Kota Yogyakarta, yang mana pihaknya sudah menyetujui anggaran untuk pembelian alat tersebut. Menurut Ririk, penggunaan teknologi dalam pengolahan sampah di Kota Yogyakarta sudah sangat dibutuhkan.
Dengan catatan, apapun teknologi yang digunakan tidak menimbulkan dampak lingkungan. Tentu, hal ini juga tetap harus diiringi dengan pengolahan sampah secara mandiri oleh masyarakat.
"Beralih ke teknologi sudah dari jauh-jauh hari kami usulkan, seperti pembelian incinerator. Kalau terkait anggaran, saya kira ini asal sesuai dengan aturan dan perlu dipikirkan lagi apakah itu akan menimbulkan dampak lingkungan atau tidak, yang penting jangan menimbulkan permasalahan baru. Kami mendukung apapun yang jadi kebijakan pengelolaan sampah, yang penting sesuai aturan dan kebutuhan," jelas Ririk.
Seperti diketahui, Pemkot Yogyakarta menjajaki kerja sama dengan investor untuk melakukan pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan. Pj Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan, saat ini sudah ada perusahaan yang tertarik untuk berinvestasi dalam pengolahan sampah dengan teknologi di Kota Yogyakarta.
Singgih menyebut, pengolahan sampah ini akan mengadopsi teknologi asal Korea. Langkah ini dilakukan mengingat Kota Yogyakarta memiliki keterbatasan lahan untuk melakukan pengolahan sampah, sehingga pihaknya terus berupaya mencari program yang tepat dalam pengelolaan sampah ini.
Salah satunya dengan teknologi ramah lingkungan, disamping program-program pengolahan sampah lainnya juga terus digencarkan. Termasuk memasifkan gerakan-gerakan di masyarakat agar melakukan pengolahan sampah dari hulu.
“Investor yang tertarik menanamkan modal itu merupakan perusahaan dari Yogya yang berafiliasi dengan perusahaan asal luar daerah. Jenis sampah yang diolah nantinya bisa lebih beragam, antara anorganik dan juga organik dengan teknologi dari Korea,” kata Singgih di kompleks Balai Kota Yogyakarta.
Singgih menjelaskan, pengolahan sampah dengan teknologi ini dengan metode pembakaran H20 atau air yang dipisahkan dengan mengambil nitrogennya. Menurutnya, metode ini merupakan metode ramah lingkungan yang diterapkan dalam pengelolaan sampah.
Bahkan, prosesnya pun menggunakan teknologi pembakaran yang sangat tinggi mencapai 150 derajat Celcius. “Dari investor juga ada yang sanggup untuk menyediakan jasa pengolahan sampah sampai dengan kapasitas 60 ton per hari," ujarnya.
Singgih sendiri belum bisa memberikan penjelasan terkait besaran nilai investasi dan lokasi yang dipilih oleh perusahaan pengolahan sampah tersebut. Hal ini mengingat proses penjajakan kerja sama masih terus dilakukan dengan calon investor.
Singgih menuturkan, skema kerja sama yang akan disepakati berupa tipping fee dari Pemkot Yogyakarta per tonase sampah yang diolah. Diharapkan, teknologi ini nantinya sudah bisa beroperasi pada akhir 2023, atau pada awal 2024.
"Investasi full dari mereka kami harapkan nanti ada pemilahan juga dari sumber sampah, karena pemilahan di lokasi pengolahan itu memakan waktu yang cukup banyak sekitar 60-an persen dari waktu yang digunakan untuk mengolah,” jelasnya.