REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar penyakit dalam di Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Dr dr Andhika Rahman, SpPD-KHOM menuturkan penentuan stadium pada limfoma berbeda dengan kanker lain yang salah satunya melihat besaran tumor. "Stadium pada limfoma itu berbeda dengan tumor padat. Kalau stadium tumor padat itu melihat berdasarkan besaran tumor, berapa kelenjar yang terkena, kemudian metastasis (sel kanker menyebar) organ atau tidak," tutur dia di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Limfoma merupakan kanker pada sistem kelenjar getah bening dan terbagi menjadi dua yakni limfoma Hodgkin serta limfoma non-Hodgkin. Andhika menuturkan, pada jenis kanker ini, penentuan stadium berdasarkan letaknya dengan batas diafragma atau struktur otot berbentuk cincin atau kubah yang terletak di dekat bagian bawah tulang rusuk atau di bawah dada.
"Kalau satu (organ) saja di atas diafragma itu stadium satu. Dua di atas yakni kiri dan kanan stadium dua. Menyeberang diafragma itu tiga, ada di tempat lain di luar kelenjar kadang di tulang, kulit, itu masuk stadium empat," jelas Andhika yang menjadi pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang DKI Jaya.
Gejala limfoma umumnya mirip seperti kanker pada umumnya, antara lain kadang-kadang demam tinggi tapi kebanyakan suhunya di atas 37,2 - 38 derajat Celcius dan terjadi pada sore hari. Selain itu, pasien juga bisa berkeringat di malam hari yang terkadang disalahartikan sebagai infeksi TB, penurunan berat badan yang signifikan, mengalami gatal-gatal, lemas sekali atau kelelahan dan intoleransi terhadap alkohol.
Berdasarkan data Globocan (the Global Cancer Observatory) 2020, terdapat sekitar 16.000 kasus limfoma non Hodgkin baru di Indonesia, di mana hampir 10 ribu kasus meninggal dunia. Sementara untuk limfoma Hodgkin, terdapat 1.188 kasus baru pada tahun 2020, menempati posisi 28 dengan kasus terbanyak. Angka kematian akibat limfoma hodgkin mengalami penurunan, dari 574 pada 2018 menjadi 363 kematian pada 2020.