Jumat 15 Sep 2023 18:34 WIB

KPPPA: Korban Guru Cabul Bogor Alami Penurunan Motivasi Sekolah

KPPPA sebut korban guru cabul di Bogor mengalami penurunan motivasi untuk sekolah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Pelaku cabul ditangkap (ilustrasi). KPPPA sebut korban guru cabul di Bogor mengalami penurunan motivasi untuk sekolah.
Foto: bayu adji p
Pelaku cabul ditangkap (ilustrasi). KPPPA sebut korban guru cabul di Bogor mengalami penurunan motivasi untuk sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) prihatin atas kasus pencabulan murid sekolah dasar (SD) yang dilakukan oleh oknum guru di Bogor. Akibat kejadian tersebut, korban merasa tak lagi semangat bersekolah. 

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar mengungkapkan dari hasil asesmen psikologi awal ditemukan indikasi kondisi mental anak yang cukup berdampak. Salah satunya penurunan motivasi belajar di sekolah. 

Baca Juga

"Artinya anak masih merasa sekolah merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk belajar sehingga perilaku anak cenderung malas untuk ke sekolah," kata Nahar dalam keterangannya pada Jumat (15/9/2023). 

KPPPA mengajak masyarakat yang mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani melapor UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. Tujuannya menciptakan ruang aman bagi proses belajar anak.

"Peran sekolah untuk menciptakan ruang belajar yang aman bagi peserta didik adalah hal yang amat penting. Pencegahan terjadinya kekerasan seksual melalui edukasi perlu diberikan sejak dini untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Nahar. 

Nahar juga mendorong UPTD PPA dan pihak sekolah untuk menguatkan sekaligus mengedukasi para orang tua korban yang anaknya diduga mengalami kekerasan seksual. Hal itu diharapkan bisa mendorong lebih banyak korban dan keluarga korban untuk melaporkan kasusnya. 

"Pihak sekolah diharapkan bisa mendukung penyelesaian kasus kekerasan seksual yang terjadi. Mulai dari terus melakukan koordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan, hingga menjamin hak peserta didik yang menjadi korban agar mereka bisa terus mengenyam pendidikan tanpa stigma," ujar Nahar.

Nahar mengingatkan pentingnya pendampingan dari orang tua terkait kondisi anak. Langkah ini diambil agar anak mendapatkan dukungan emosional dari sosok terdekat (orang yang dipercayai oleh anak). Jika tidak didampingi, Nahar khawatir dampaknya anak akan sulit memulihkan psikisnya.

"Pendamping anak pun perlu memberikan keterampilan manajemen emosi agar anak dapat mengelola emosi negatif yang dirasakan anak dengan baik dan benar," ujar Nahar. 

Diketahui, pencabulan terjadi sejak akhir tahun 2022 hingga Mei 2023 terhadap murid berusia 10-11 tahun di kelas 5 hingga 6 sekolah dasar. Adapun jumlah korban yang melapor ke pihak yang berwajib sebanyak lima orang, dan empat diantaranya telah diberikan pendampingan. Namun demikian, KemenPPPA menduga jumlah korban mencapai 30 anak.

Satreskrim Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat sudah menangkap aparatur sipil negara (ASN) berinisial BBS yang diduga melakukan pencabulan kepada delapan siswi SD.

Penangkapan BBS tidak membutuhkan waktu lama, karena selang beberapa hari dari pelaporan, BBS segera diamankan petugas saat melakukan perjalanan di wilayah Kota Bogor pada Senin (11/9/2023) pukul 21.00 WIB.

BBS melancarkan aksi pencabulannya dengan modus saat kegiatan belajar dan mengajar berlangsung maupun saat ekstra kulikuler.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement