REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM menyimpulkan adanya eskalasi masif konflik agraria di berbagai lokasi di Indonesia yang mencapai 692 kasus. Jumlah ini setara dengan 4 kasus per hari yang dilaporkan ke Komnas HAM.
Data konflik agraria tersebut terjadi dalam delapan bulan terakhir berdasarkan perhitungan Komnas HAM. Lima provinsi dengan konflik agraria terbanyak berasal di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
"Empat teratas hak asasi yang paling banyak diduga dilanggar yaitu hak atas kesejahteraan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan hak untuk hidup," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian sekaligus Ketua Tim Agraria Komnas HAM, Saurlin Siagian dalam paparannya pada Jumat (15/9/2023).
Dalam konteks klasifikasi pengadu, dari empat teratas (kelompok masyarakat, individu, kelompok masyarakat adat, dan organisasi), peringkat pertama ditempati oleh kelompok masyarakat yakni sebesar 53 persen.
Sementara dalam hal teradu, empat tertinggi ditempati oleh Korporasi (30,6 %), Pemerintah Daerah (17,7 %), pemerintah Pusat (17,6 %) dan kepolisian (7,4 %). "Dalam hal Korporasi dilaporkan sebagai pihak yang diberikan ijin oleh pemerintah, menunjukkan masifnya pemberian ijin yang tidak memperhatikan keberadaan masyarakat di lokasi ijin," ujar Saurlin.
Komnas HAM menilai konflik agraria yang dilaporkan terkait kebijakan dan keputusan pemerintah baik dalam skala nasional maupun sektoral, termasuk daerah, yang pada akhirnya masih belum menghadirkan keadilan bagi warga.
"Aduan konflik agraria semakin menumpuk di Komnas HAM karena resolusi yang ada tidak memadai, juga absennya koordinasi bermakna dan efektif lintas kementerian dan tingginya ego sektoral," ucap Saurlin.
Kemudian, dalam konteks aduan konflik agraria terbanyak, dari empat aduan tertinggi (sektor lahan/pertanahan, perkebunan, infrastruktur, dan perumahan), sebanyak 80 persen merupakan konflik lahan/pertanahan. Kasus yang masuk ke Komnas HAM dapat dilihat terkait erat antara satu sektor dengan sektor lainnya, seperti kasus pertanahan terkait dengan perkebunan dan infrastruktur.
"Komnas HAM menilai konflik agraria yang berkelanjutan dalam delapan bulan terakhir terjadi karena masih tingginya ego sektoral diantara kementerian-kementerian terkait dengan agraria dan sumberdaya alam," ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah.
Komnas HAM juga menyinggung sederetan konflik yang terjadi dalam delapan bulan terakhir secara masif terkait Proyek Strategis Nasional (PSN). Misalnya yang terkini konflik di Pulau Rempang, Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau. "Selain dalam data statistik, potret kasus yang diangkat menunjukkan eskalasi terjadi manakala suatu proyek dimasukkan ke dalam PSN," ujar Anis.