REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Ngabila Salama mengatakan COVID-19 tidak mungkin hilang. Namun, sudah tidak membahayakan.
"Covid tidak mungkin hilang, tapi sudah tidak membahayakan seperti dahulu," katanya dalam acara gelar wicara terkait subvarian COVID-19 Omicron Pirola, yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Ngabila mengatakan, status endemi COVID-19 di Indonesia bukan berarti menandakan virusnya hilang, seperti halnya influenza yang tetap ada hingga sekarang. Sehingga, sambungnya, gejala umum COVID-19 seperti batuk, pilek, dan demam masih dapat dirasakan, meskipun dampaknya tidak separah ketika pandemi COVID-19 merebak di seluruh dunia.
"Namun, hal tersebut bukan berarti dapat diremehkan, masyarakat perlu mewaspadai lonjakan kasus yang terjadi 4-6 bulan sekali," ujarnya yang juga merupakan Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta itu.
Ngabila mengatakan, lonjakan kasus dapat terjadi, karena subvarian omicron merupakan subvarian COVID-19 yang lebih mudah berpindah-pindah antarmanusia, dan berpotensi untuk melakukan mutasi genetik di setiap perpindahannya.
"Mutasi itu sangat bisa terjadi, terlebih kepada kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, juga pasien dengan komorbid," jelasnya.
Oleh karena itu, Ngabila mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap virus COVID-19 meskipun sudah tidak dalam fase pandemi. Selain itu, dia juga mengimbau untuk tetap melaksanakan protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, serta melakukan tes PCR di Puskesmas terdekat jika melakukan kontak dengan seseorang yang terkonfirmasi terkena virus COVID-19.
"Jangan lupa untuk melengkapi dosis vaksin, meskipun vaksinasi tidak mencegah penyakit, tapi vaksinasi mencegah dari keparahan dan kematian akibat COVID-19," kata Ngabila Salama.