Sabtu 16 Sep 2023 13:19 WIB

Menlu AS: Normalisasi Hubungan Israel-Saudi Peristiwa Transformatif di Timur Tengah

Menlu AS ingatkan perjanjian Israel-Saudi harus mencakup terkait Palestina

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Bendera Israel dan Arab Saudi. (Ilustrasi). Normalisasi antara Israel dan Arab Saudi akan menjadi peristiwa transformatif.
Foto: google.com
Bendera Israel dan Arab Saudi. (Ilustrasi). Normalisasi antara Israel dan Arab Saudi akan menjadi peristiwa transformatif.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pada Jumat (15/9/2023), bahwa normalisasi antara Israel dan Arab Saudi akan menjadi peristiwa transformatif. Hanya saja, dia mengakui, momen tersebut tetap merupakan usulan yang sulit.

"Normalisasi antara Israel dan Arab Saudi, yang ingin dicapai, menurut penilaian saya, akan menjadi peristiwa transformatif di Timur Tengah, dan lebih jauh lagi,” kata Blinken pada konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dikutip dari Anadolu Agency.

Menteri luar negeri AS itu menekankan, bahwa normalisasi mungkin terjadi tetapi sama sekali bukan suatu kepastian. “Kami percaya bahwa manfaat yang akan diperoleh, jika kami mampu mencapainya, pasti akan sepadan dengan usaha yang kami lakukan,” ujarnya.

Blinken mengatakan, Timur Tengah telah mengalami kekacauan selama lebih dari empat dekade. “Beralih dari kawasan yang bergejolak ke kawasan yang lebih stabil dan berintegrasi akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat di kawasan ini dan saya yakin manfaat besar juga bagi masyarakat di seluruh dunia,” ujarnya.

Menurut Blinken, perjanjian apa pun antara kedua negara harus mencakup komponen penting bagi Palestina. “Bahkan ketika kami sedang mengerjakan hal ini, hal ini masih merupakan proposisi yang sulit, rincian perjanjian apa pun dalam kaitannya dengan apa yang diinginkan oleh berbagai pihak, masih merupakan tantangan," katanya.

Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan menentang normalisasi sampai negara tersebut mengakhiri pendudukan yang telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah Palestina. Namun terdapat enam negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, dimulai dengan Mesir pada 1979, Yordania pada 1994, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain pada September 2020, serta Sudan dan Maroko pada akhir 2022. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement