REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pada Jumat (15/9/2023), bahwa normalisasi antara Israel dan Arab Saudi akan menjadi peristiwa transformatif. Hanya saja, dia mengakui, momen tersebut tetap merupakan usulan yang sulit.
"Normalisasi antara Israel dan Arab Saudi, yang ingin dicapai, menurut penilaian saya, akan menjadi peristiwa transformatif di Timur Tengah, dan lebih jauh lagi,” kata Blinken pada konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dikutip dari Anadolu Agency.
Menteri luar negeri AS itu menekankan, bahwa normalisasi mungkin terjadi tetapi sama sekali bukan suatu kepastian. “Kami percaya bahwa manfaat yang akan diperoleh, jika kami mampu mencapainya, pasti akan sepadan dengan usaha yang kami lakukan,” ujarnya.
Blinken mengatakan, Timur Tengah telah mengalami kekacauan selama lebih dari empat dekade. “Beralih dari kawasan yang bergejolak ke kawasan yang lebih stabil dan berintegrasi akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat di kawasan ini dan saya yakin manfaat besar juga bagi masyarakat di seluruh dunia,” ujarnya.
Menurut Blinken, perjanjian apa pun antara kedua negara harus mencakup komponen penting bagi Palestina. “Bahkan ketika kami sedang mengerjakan hal ini, hal ini masih merupakan proposisi yang sulit, rincian perjanjian apa pun dalam kaitannya dengan apa yang diinginkan oleh berbagai pihak, masih merupakan tantangan," katanya.
Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan menentang normalisasi sampai negara tersebut mengakhiri pendudukan yang telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah Palestina. Namun terdapat enam negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, dimulai dengan Mesir pada 1979, Yordania pada 1994, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain pada September 2020, serta Sudan dan Maroko pada akhir 2022.