REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Produksi minyak mentah dan kondensat serta gas alam Malaysia mengalami penurunan pada kuartal kedua 2023 masing-masing sebesar 3,3 persen dan 3,7 persen.
Kepala Departemen Statistik Malaysia (DOSM) Mohd Uzir Mahidin dalam pernyataan media yang diakses di Kuala Lumpur, Sabtu, mengatakan statistik pertambangan minyak dan gas alam triwulan menjadi yang pertama diterbitkan oleh DOSM, yang mengumpulkan statistik utama berkaitan dengan industri minyak dan gas alam.
Laporan tersebut menyebutkan dari 2015 hingga 2022, produksi tahunan minyak mentah dan kondensat mencapai nilai tertinggi sebanyak 250,1 juta barel pada 2016. Namun, menurut dia, produksi mulai merosot sejak awal pandemi COVID-19, dan hanya mencapai 189,1 juta barel pada 2022.
Pada periode yang sama, rata-rata produksi gas alam mencapai 2.716,6 miliar kaki kubik dengan produksi terendah yang dicatat sebanyak 2.525 miliar kaki kubik pada 2020, manakala yang tertinggi mencapai 2.862,9 miliar kaki kubik pada 2022.
Sementara pada 2023, produksi triwulan minyak mentah dan kondensat mengalami penurunan 3,3 persen secara tahun-ke-tahun (year-on-year), dengan jumlah produksi sebanyak 45,5 juta barel pada kuartal II.
Penurunan tersebut, menurut dia, dipengaruhi oleh penurunan terus-menerus dalam produksi minyak mentah sebanyak minus 7,9 persen. Sementara itu, kondensat bertahan pada pertumbuhan dua digit untuk empat kuartal berturut-turut, meski secara perlahan yakni 11,3 persen di Q2 berbanding 27 persen di kuartal sebelumnya.
Dari segi komposisi, minyak mentah merupakan penyumbang terbesar dengan 72,6 persen atau sekitar 33,1 juta barel. Sedangkan kondensat menyumbang 27,4 persen atau 12,5 juta barel di kuartal kedua tahun ini.
Sebaliknya, Mahidin mengatakan produksi gas alam Malaysia mencapai 676,6 miliar kaki kubik pada kuartal tersebut, menyusut sebanyak 3,7 persen setelah sembilan bulan dalam tren peningkatan.
Sebagai perbandingan dengan kuartal pertama, produksi minyak mentah dan kondensat, serta gas alam masing-masing mengalami penurunan sebanyak 5,6 persen dan 7,7 persen.
Berdasarkan data perdagangan luar negeri, ia mengatakan nilai ekspor minyak mentah dan kondensat Malaysia berkurang di kuartal kedua, yakni hanya mencapai 6,5 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 21,32 triliun).
Jepang merupakan negara destinasi ekspor utama dengan nilai 1,7 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 5,57 triliun) atau sebesar 25,6 persen, diikuti Thailand sebesar 23,3 persen, dan Australia sebesar 17,2 persen.
Namun, nilai ekspor produk minyak bumi olahan Malaysia meningkat menjadi 35,3 miliar ringgit Malaysia(sekitar Rp 115,8 triliun), di mana senilai 7,4 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 24,27 triliun) atau sebesar 21 persen diekspor ke Australia, diikuti dengan Singapura sebesar 19,9 persen dan Indonesia 14,4 persen.
Sebaliknya, ia mengatakan nilai ekspor LNG tercatat lebih rendah mencapai 12,8 miliar dolar AS (sekitar Rp41,99 triliun) pada kuartal ini, yang mana 43,1 persen diekspor ke Jepang dengan nilai 5,5 miliar dalar AS, diikuti oleh China sebesar 27,7 persen dan Korea 18,2 persen.
Sementara itu, Malaysia melakukan impor minyak mentah dan kondensat mencapai 16,8 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 55,12 triliun) dengan 56,5 persen atau 9,5 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp 31,16 triliun) dari Arab Saudi. Impor terbesar selanjutnya dari Uni Emirat Arab sebesar 13,5 persen, dan Kolombia 4,3 persen.
Impor minyak bumi olahan juga mengalami peningkatan menjadi RM33,3 miliar (sekitar Rp 109,2 triliun) pada kuartal kedua tahun ini, dengan nilai tertinggi berasal dari Singapura yang mencapai RM10,4 miliar (sekitar Rp 34,12 triliun) atau sebesar 31,1 persen, diikuti Korea Selatan 11,6 persen, dan China 11,2 persen.
Sementara impor LNG mencatatkan nilai impor sebesar RM1,1 miliar (sekitar Rp3,6 triliun) pada kuartal kedua, dengan nilai impor dari Australia berjumlah RM900 juta atau 80,1 persen, dan dari Brunei Darussalam sebanyak 19,9 persen.