REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektorat Jenderal Kementerian Agama merekomendasikan untuk tidak memakai lagi sejumlah hotel di Arab Saudi pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi, karena pelayanannya yang dinilai kurang memuaskan saat pelaksanaan tahun lalu.
"Dari evaluasi tahun lalu, ada beberapa hotel yang kita tidak rekomendasi lagi untuk kita pakai," kata Irjen Kemenag Faisal Ali Hasyim dalam peringatan satu tahun kepemimpinannya di Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
Ia mengatakan rekomendasi tersebut didasarkan atas hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kemenag demi penyelenggaraan haji yang lebih baik. Namun ia tidak menyebut berapa dan di mana hotel yang direkomendasikan tidak lagi dipakai untuk tahun depan.
Begitu pula dengan sejumlah dapur penyedia katering jamaah. Menurutnya, ada sejumlah dapur yang juga tidak direkomendasikan untuk dipakai lagi pada penyelenggaraan haji 2024.
Sementara untuk hotel dan dapur yang pelayanannya dinilai memuaskan maka tak perlu lagi ditinjau ulang. Pemerintah hanya perlu berkoordinasi agar bisa dipesan kembali untuk tahun depan.
"Sehingga tahun depan untuk percepatan, kita hanya melakukan proses pengadaan terhadap dapur-dapur dan hotel-hotel yang dirasa kurang baik. Sehingga tidak perlu terlalu banyak lagi proses yang kita lakukan," katanya.
Pernyataan Irjen Faisal tersebut senada dengan yang disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief saat Rakernas Penyelenggaraan Haji beberapa waktu lalu.
Hilman mengatakan Kementerian Agama akan mencoret penyedia layanan katering jamaah haji yang tidak ingin menggunakan produk Indonesia, karena tak sesuai dengan prinsip kerja sama yang setara dan saling menguntungkan.
"Dapur penyedia katering kita dorong untuk menggunakan sebanyak mungkin produk Indonesia. Coret dapur yang tidak mau menggunakan produk Indonesia," katanya.
Ia mengatakan biaya penyelenggaraan ibadah haji sangat besar, mencapai Rp19 triliun di setiap musim haji. Salah satu kebutuhan yang sangat besar adalah penyediaan katering jamaah haji yang mencapai sekitar Rp 2 triliun.
Mengingat besarnya anggaran untuk penyediaan katering, kata Hilman, perlu dilakukan kontrak kerja sama saling menguntungkan.
"Dapur yang sudah bagus, cek dan perpanjang. Dapur yang tidak kooperatif, tidak mau beli produk kita, coret saja," demikian Hilman Latief.