REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia saat ini tengah mengembangkan sistem keuangan syariah di empat wilayah mayoritas Muslim mereka. Hal ini menyusul ditandatanganinya undang-undang terkait perbankan syariah oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Agustus lalu.
Keempat wilayah tersebut adalah Chechnya, Dagestan, Tatarstan, dan Bashkortostan. Keempatnya menjadi lokasi program percontohan selama dua tahun yang dimulai pada 1 September 2023. Jika program percontohan ini berhasil, model keuangan syariah akan diterapkan di wilayah lain.
Perbankan Islam beroperasi berdasarkan hukum syariah dan melarang unsur riba, yang mengacu pada pertukaran yang tidak adil seperti memberikan pinjaman dengan bunga atau memungut biaya keterlambatan pembayaran. Sistem keuangan syariah berbeda dengan perbankan konvensional, yang sebagian besar bekerja berdasarkan prinsip berbasis bunga.
“Lembaga keuangan tidak bisa begitu saja memberikan pembiayaan dan mendapatkan return dengan jaminan 100 persen. Hal ini harus menanggung risiko tertentu, yang tidak umum terjadi pada bank konvensional,” ujar Sekretaris Eksekutif Asosiasi Ahli Keuangan Islam Rusia, Madina Kalimullina, kepada Al Arabiya, dikutip Senin (18/9/2023).
Berbeda dengan perbankan konvensional, keuangan Islam didasarkan pada penciptaan transaksi dasar yang menghasilkan aliran pendapatan, bukan aliran bunga. Dalam perbankan syariah, pinjaman harus bebas bunga dan pembiayaannya didasarkan pada transaksi perdagangan (murabahah) atau investasi (musyarakah).
Dalam perbankan syariah, seseorang tidak dapat menjual suatu barang yang tidak ada atau tidak dimiliki untuk mendapatkan imbalan. Selain itu, produk-produk yang merugikan manusia atau masyarakat secara luas tidak dapat dibiayai, seperti alkohol, tembakau, aktivitas perjudian, dan industri hiburan dewasa.
“Singkatnya, setiap transaksi harus didasarkan pada aset nyata, halal, dan mengarah pada pembangunan ekonomi,” kata Kalimullina.