Senin 18 Sep 2023 15:09 WIB

PLN Kembangkan Biomassa untuk Kurangi Emisi Karbon

Pada 2023 ini, rasio teknologi co-firing di PLTU sebesar 1-3 persen.

Seorang pekerja melakukan pemeriksaan rutin di ruang mesin turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). PT PLN (Persero) mencatat potensi energi baru terbarukan (EBT) di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 254,6 megawatt (MW) yang terdiri dari berbagai macam sumber potensi EBT yaitu mikrohidro dan air (PLTMH dan PLTA), bayu atau angin (PLTB), tenaga surya (PLTS), biomassa (PLTBm), panas bumi (PLTP) dan arus laut (PLTAL).
Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Seorang pekerja melakukan pemeriksaan rutin di ruang mesin turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). PT PLN (Persero) mencatat potensi energi baru terbarukan (EBT) di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 254,6 megawatt (MW) yang terdiri dari berbagai macam sumber potensi EBT yaitu mikrohidro dan air (PLTMH dan PLTA), bayu atau angin (PLTB), tenaga surya (PLTS), biomassa (PLTBm), panas bumi (PLTP) dan arus laut (PLTAL).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) mengembangkan biomassa sebagai bahan baku alternatif energi bersih untuk mengurangi emisi karbon. Salah satunya melalui program co-firing atau substitusi sebagian batu bara pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan biomassa.

PLN menyebut, selain mampu membantu meningkatkan produktivitas lahan, upaya tersebut juga mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo melalui keterangannya di Jakarta, Senin (18/9/2023) menjelaskan, co-firing yang dikembangkan PLN merupakan inovasi strategis untuk meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan.

Tak sampai di situ, kata dia, dalam menjamin ketersediaan bahan baku biomassa untuk teknologi tersebut, justru mampu menghidupkan lahan tandus milik rakyat sehingga mampu mendorong geliat ekonomi baru.

"Kami sebagai BUMN tak hanya bertanggung jawab dalam menyediakan energi bersih saja. Inovasi yang kami kembangkan ini juga menyasar berbagai aspek, mendorong ekonomi rakyat, menjaga kelestarian hutan, dan rehabilitasi lahan tandus serta melepas ketergantungan atas bahan bakar fosil," kata Darmawan.

Melalui Subholding PLN Energi Primer Indonesia (EPI), PLN menguji coba pengembangan ekosistem green economy di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Lahan tandus yang tak terpakai disulap oleh PLN menjadi kawasan green energy sekaligus sebagai sumber kebutuhan pakan ternak.

PLN menyebut upaya yang selaras dengan prinsip enviromental, social, and governance (ESG) itu menjadi salah satu penguatan rantai pasok biomassa di Indonesia untuk teknologi co-firing.

Lewat upaya itu, masyarakat desa juga mampu menghemat biaya pakan ternak dan memanfaatkan lahan tandus jadi sumber ekonomi baru.

Sementara itu, Vice President Pengadaan, Pengendalian, dan Logistik Biomassa PLN EPI Erfan Julianto mengatakan pada 2025, PLN EPI akan membutuhkan pasokan biomassa hingga 10,2 juta ton per tahun.

Pengembangan ekosistem green economy dan juga sumber biomassa lainnya akan terus dilakukan oleh PLN EPI untuk memperkuat rantai pasok biomassa.

Pada 2023 ini, rasio teknologi co-firing di PLTU sebesar 1-3 persen dengan jumlah volume biomassa sebesar 573 ribu ton. Pada 2025, rasio teknologi co-firing akan ditingkatkan hingga 10 persen, maka dibutuhkan pasokan biomassa hingga 10,2 juta ton/tahun.

Produk kehutanan yang dimanfaatkan PLN EPI seperti sawdust, wood chip maupun wood pellet menjadi salah satu produk unggulan kehutanan.

"Lewat teknologi ini, tidak hanya bermanfaat bagi PLN tetapi juga bagi masyarakat luas karena pengembangan hutan energi dan pemanfaatan lahan tandus ini sesuai dengan prinsip circular economy atau ekonomi kerakyatan," ujar Erfan.

Pilot project pengembangan ekosistem green economy di Gunungkidul tersebut juga akan direplikasi oleh PLN EPI di beberapa wilayah Indonesia lainnya. Tanpa harus mengganggu lahan produktif masyarakat, PLN akan memanfaatkan lahan tidur dan lahan tandus menjadi lahan produktif yang tak hanya bermanfaat bagi rantai pasok energi tetapi juga mendorong perekonomian masyarakat.

"Dengan adanya potensi lahan kritis dan potensi rehabilitasi lahan sebesar 12 juta hektare yang bisa dimanfaatkan. Ke depan, lewat dukungan pemerintah kami akan memanfaatkan lahan ini sehingga bisa memberikan multiplier effect yang lebih baik bagi lingkungan dan juga masyarakat," kata Erfan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement