Senin 18 Sep 2023 22:30 WIB

Tiga Tingkatan Dzikir Seorang Muslim, Mana yang Lebih Utama?

Dzikir mempunyai sejumlah keutamaan untuk Muslim.

Rep: Rossi Handayani / Red: Nashih Nashrullah
Dzikir (ilustrasi). Dzikir mempunyai sejumlah keutamaan untuk Muslim
Foto: Republika TV
Dzikir (ilustrasi). Dzikir mempunyai sejumlah keutamaan untuk Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dzikir yang paling utama yakni dengan menyertakan hati dan lisan, Muslim menggerakkan kedua bibirnya sambil merenungi makna dzikirnya. 

Para ulama telah membagi dzikir menjadi tiga kategori. Dikutip dari buku Jangan Takut Hadapi Hidup karya Dr Aidh Abdullah Al-Qarny, berikut tiga kategori dzikir: 

Baca Juga

Pertama, dzikir dengan hati dan lisan. Ini adalah kategori dzikir yang paling baik. Di mana seseorang membaca tasbih dengan lisan, sementara hatinya merenungkan makna tasbih itu.

Beristighfar dengan lisan, sementara hatinya merenungkan maknanya. Seseorang membaca shalawat kepada Rasulullah ﷺ, sementara makna shalawat tersebut hidup di dalam hatinya. Inilah dzikir yang tertingggi derajatnya.  

Kedua, dzikir dengan hati tanpa lisan. Sebagian orang ada yang berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan hatinya, namun dia tidak menggerakkan lisannya. Ini adalah dzikir dengan derajat nomor dua.  

Ketiga, dzikir dengan lisan tanpa hati. Seseorang yang berdzikir dengan cara seperti ini tetap mendapatkan pahala. Sebagai dasar atas pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang shahih. Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,  

أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ  “Aku senantiasa bersama hamba-Ku selama ia mau berdzikir kepada-Ku dan menggerakkan kedua bibirnya” (HR Bukhari, Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Baca juga: Dalil Ayat Alquran dan Hadits Ini Tegaskan Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul Terakhir

Dasar yang lain adalah perkataan beliau terhadap Abdullah bin Basar sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi: 

 وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَليَّ ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبْثُ بِهِ قَالَ : (( لاَ يَزالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللهِ ))

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam ini telah banyak bagiku, maka beritahulah kepadaku sesuatu yang bisa aku pegang selalu.” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah karena berdzikir kepada Allah” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa dzikir yang dilakukan dengan lisan saja tetap mendapat pahala.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement