REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim yang sudah mampu untuk menikah diperintahkan untuk menikah karena banyak keutamaan dalam pernikahan. Seseorang juga harus memiliki kesiapan dan ilmu untuk menjalani kehidupan setelah pernikahan.
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Menteng di Jakarta Pusat, Ustadz Ahmad Thowilan, menyampaikan pentingnya keterbukaan dan kejujuran sebelum menikah. Karena berdasarkan pengalamannya menikahkan banyak pasangan, ada dampak buruk bagi kedua mempelai jika sebelum menikah tidak terbuka dan tidak jujur.
"Ada satu keluh kesah yang disampaikan seorang istri kepada kami tentang kurangnya nafkah yang diberikan suami kepadanya, hal ini disebabkan gaji atau penghasilan suami yang didapatkan setiap bulannya sebagian besar untuk membayar utang atau membayar angsuran biaya pernikahan mereka berdua," kata Ustadz Thowilan kepada Republika, Selasa (19/9/2023)
Ustadz Thowilan menyampaikan, ternyata dalam kasus tersebut ada dua poin yang menjadi pelajaran bersama. Pertama adalah pentingnya keterbukaan dan kejujuran sebelum pernikahan, seperti jati diri, latar belakang, aspek finansial, lain sebagainya.
Kemudian yang kedua terkait peran orang tua harus lebih bijak lagi untuk memberikan pemahaman kepada putra-putrinya dan keluarganya. Orang tua harus bisa menyampaikan bahwa mengadakan resepsi pernikahan itu diperbolehkan, tapi sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka, jangan sampai berutang besar.
Sehubungan dengan itu, Kepala KUA Kecamatan Menteng ini memberikan pesan-pesan kepada para calon mempelai. Pasannya, para calon mempelai sebaiknya jangan berutang demi pernikahan yang mewah.
"Jangan berutang demi pernikahan yang mewah, menikahlah dengan sederhana," ujar Ustadz Thowilan.
Ustadz Thowilan mengatakan, pernikahan adalah momen yang suci, sakral, dan berharga dalam kehidupan manusia. Namun, banyak orang beranggapan menikah itu harus dengan keindahan, kemewahan sampai rela berutang.
Dengan pernikahan yang mewah, dikatakan Ustadz Thowilan, calon mempelai disangka akan dapat kebahagiaan, tapi justru malah mendapat beban finansial setelah menikah mewah hasil berutang. Akhirnya, dapat merusak kebahagiaan keluarga.
"Pernikahan yang sederhana dan penuh cinta, jauh lebih bermakna dari pernikahan yang mewah, namun berutang," ujar Ustadz Thowilan.
Ustadz Thowilan menegaskan, ingat pernikahan tentang membangun masa depan bersama, bukan seberapa mewah dalam perayaannya.