REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah memperkuat program literasi digital di masyarakat, khususnya dikalangan anak-anak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk konten asusila di kalangan anak-anak.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan Indonesia memang sudah memiliki UU Pornografi dan juga UU Perlindungan Anak. Tetapi, jika dikonfirmasi dengan data yang tercatat di KPAI, masalah konten asusila ini masih menjadi persoalan utama.
"Top five-nya adalah anak-anak sebagai korban pornografi,” ucap AI dalam keterangan pers, Selasa (19/9/2023).
Kondisi ini bisa menjadi evaluasi bagi negara untuk meningkatkan keseriusannya dalam memberantas pornografi. Kasus terbaru yang diungkap Polda Metro Jaya, yakni penangkapan pelaku pembuat film dewasa yang memiliki rumah produksi di Jakarta Selatan, harus jadi pintu masuknya.
Apalagi sebelumnya pada awal Agusutus 2023, Polda Metro Jaya juga menangkap dua terduga pelaku penjual video gay anak (video gay kids/VGK). Kasus tersebut tentu berdampak serius pada kehidupan sosial dan psikologis anak-anak yang menjadi korban.
“Ini baru beberapa kasus yang berhasil diungkap, sehingga kami berkepentingan mengetahui sejauh mana produksi konten itu. Menyasar pada pasar anak-anak, atau mungkin merekrut aktor-aktor anak? Tidak boleh berhenti dari sekadar membongkar proses konten syur, tetapi harus diusut sampai ke akar,” kata Ai.
Menurutnya, pemahaman akan akar masalah yang mendasari maraknya sebuah konten asusila juga diperlukan. Selain UU dan literasi digital, integrasi pendidikan seksual di sekolah juga harus dilakukan secara masif.
"Termasuk di sektor pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dari Kominfo yang bertanggung jawab atas literasi digital," katanya.
Hal lain yang juga sangat penting adalah menghentikan penyebaran konten-konten asusila. Kemenkominfo diharapkan memperkuat pengawasan terhadap konten asusila di situs-situs dan media sosial tanpa harus menunggu kasusnya terbongkar oleh kepolisian.
KPAI berharap masyarakat juga aktif melaporkan konten asusila yang ditemukan. KPAI sendiri akan terus mendorong pihak kepolisian dan Kemenkominfo untuk mengungkap penyebar konten asusila di Indonesia hingga ke akar, dan memperketat pengawasan aspek literasi digital yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya anak-anak.
“Penegakan hukum mulai dari ranah kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan yang memberantas konten pornografi juga harus ditegakkan”, ujarnya.
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan pornografi telah menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditas untuk diumbar atau dieksploitasi. Komnas Perempuan mencatat, dalam kasus pornografi perempuan merupakan kelompok paling rentan direviktimisasi.
Bagi Rainy, pembuatan konten porno ini sangat terkait dengan hukum penawaran dan permintaan. Sebab itu pembuatan-pembuatan konten tersebut dapat diselesaikan jika tidak ada peminatnya.
“Sebab itu literasi digital merupakan hal penting di era digital ini. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pendidikan publik terkait kesadaran dan kecerdasan digital, dimulai dalam keluarga,” ujarnya.