Selasa 19 Sep 2023 17:32 WIB

Bursa Karbon akan Diluncurkan di Indonesia, Ini Pengertian dan Sejarahnya

Bursa karbon menjadi babak baru bagi Indonesia kurangi emisi gas rumah kaca.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Bursa karbon bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Foto: Freepik
Bursa karbon bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meluncurkan perdagangan karbon melalui bursa karbon pada 26 September 2023. Peluncuran bursa karbon ini menandai babak baru upaya besar Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

Lantas apa itu bursa karbon? Dikutip dari Surat Edaran OJK RI Nomor 12/SEOJK.04.2023, bursa karbon adalah suatu sistem yang mengatur perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan Unit Karbon. Unit karbon sendiri adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 (satu) ton karbondioksida yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).

Baca Juga

Pada prinsipnya, perdagangan karbon dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui bursa karbon, dan perdagangan langsung (di luar bursa karbon yang dilakukan penjual dan pembeli yang membutuhkan unit karbon). Perdagangan melalui bursa karbon dinilai akan lebih terpercaya, karena sistemnya akan teregistrasi dengan SRN PPI.

Bursa karbon bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (sering disebut karbon, karena yang dominan adalah karbondioksida). Ini sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional, pada tahun 2030.

Jika melihat ke belakang, bursa karbon juga merupakan salah satu implementasi dari komitmen dunia dalam menangani pemanasan global. Mulai dari perjanjian Stockholm 1972, dimana berbagai negara untuk pertama kalinya menghadiri Konferensi tentang Lingkungan Hidup Manusia yang diinisiasi PBB, untuk membahas situasi lingkungan hidup secara global.

Kemudian pada 1992, PBB melakukan konferensi lanjutan di Rio de Janeiro, Brazil. Kala itu, PBB mengadakan Konferensi Bumi yang berhasil membentuk konvensi kerja disebut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Tujuan utama UNFCCC adalah menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hingga berada di tingkat aman.

Setelah itu ada konferensi Kyoto 1997, dimana UNFCCC mengatur ketentuan stabilitas konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dalam Protokol Kyoto. Bertindak dari Protokol Kyoto, sebanyak 195 pemerintah dari berbagai negara termasuk Indonesia menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris Agreement) pada 12 Desember 2015.

Seperti dikutip ICDX, Selasa (19/9/2023), Perjanjian Paris sepenuhnya bersifat sukarela. Negara-negara tersebut berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan suhu global tidak naik lebih dari 2 derajat celcius, serta menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 1.5 derajat celcius.

Sementara itu, dampak bursa karbon di antara dapat mengurangi emisi, meningkatkan investasi dalam teknologi ramah lingkungan, menciptakan peluang Indonesia untuk mendapat dukungan keuangan dari negara maju melalui proyek pengurangan emisi, hingga terciptanya transparansi dan pemantauan emisi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement