REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Eksekutif Uni Eropa telah menghentikan sementara pendanaan untuk Program Pangan Dunia (WFP) di Somalia, dua pejabat senior Uni Eropa mengatakan kepada Reuters pada Senin (18/9/2023). Penghentian bantuan itu setelah hasil penyelidikan PBB yang menemukan pencurian yang meluas dan masif dari penyalahgunaan bantuan yang dimaksudkan untuk mencegah kelaparan.
Komisi Eropa memberikan bantuan lebih dari 7 juta dolar AS untuk operasi program pangan dunia (WFP) di Somalia tahun lalu. Sebagian kecil dari donasi lebih dari 1 miliar dolar AS yang diterima WFP, demikian data PBB menunjukkan.
Negara-negara anggota Uni Eropa memberikan lebih banyak uang secara bilateral. Tidak segera jelas apakah ada yang juga akan menangguhkan bantuan.
Balazs Ujvari, juru bicara Komisi Eropa, tidak mengkonfirmasi atau menyangkal adanya penangguhan sementara bantuan pangan ini. Namun ia mengatakan sejauh ini, Uni Eropa belum diberitahu oleh mitra-mitra PBB-nya mengenai dampak keuangan pada proyek-proyek yang didanai Uni Eropa.
"Namun demikian, kami akan terus memantau situasi dan mematuhi pendekatan tanpa toleransi kami terhadap penipuan, korupsi, atau pelanggaran," kata Ujvari.
WFP tidak segera menanggapi permintaan komentar untuk konfirmasi tersebut. Namun seorang pejabat senior Uni Eropa mengatakan bahwa keputusan tersebut diambil setelah keluarnya hasil penyelidikan PBB. Di mana hasilnya, menyimpulkan bahwa pemilik tanah, otoritas lokal, anggota pasukan keamanan dan pekerja kemanusiaan terlibat dalam pencurian bantuan yang ditujukan untuk orang-orang yang rentan.
Pejabat tersebut, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa bantuan tersebut akan dikembalikan setelah WFP memenuhi persyaratan tambahan. Di antaranya, seperti pemeriksaan terhadap para mitra di lapangan di Somalia. Pejabat senior Uni Eropa yang kedua membenarkan hal itu.
Sumber ketiga, yang juga seorang pejabat Uni Eropa, mengatakan bahwa Komisi Eropa bekerja sama secara aktif dengan WFP untuk menyelesaikan masalah-masalah sistemik ini. Namun mengatakan bahwa tidak ada bantuan yang ditangguhkan pada tahap ini.
Laporan tanggal 7 Juli, yang ditandai "sangat rahasia", ditugaskan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menurut salinan yang ditinjau oleh Reuters. Isinya pertama kali dipublikasikan pada hari Senin oleh Devex, sebuah media yang berfokus pada pembangunan internasional.
Laporan tersebut mengutip para pengungsi internal yang mengatakan bahwa mereka dipaksa untuk membayar untuk mendapat bantuan. Jumlah yang harus dibayarkan hingga setengah dari bantuan tunai yang mereka terima.
Uang itu dibayarkan kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan. Sedangkan mereka para pengungsi harus menghadapi ancaman penggusuran, penangkapan, atau pencoretan dari daftar penerima bantuan.
Tiga bulan yang lalu, WFP dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) menangguhkan bantuan pangan ke negara tetangga Ethiopia sebagai tanggapan atas meluasnya pengalihan bantuan.
Komisi Eropa menyumbang 10 juta euro (10,69 juta dolar AS) kepada Somalia dan Ethiopia melalui WFP, dengan penangguhan ini mencakup sebagian dari jumlah tersebut, menurut salah satu pejabat senior Uni Eropa.
Amerika Serikat sejauh ini merupakan donor kemanusiaan terbesar di Somalia. Tahun lalu, Amerika Serikat menyumbangkan lebih dari setengah dari 2,2 miliar dolar AS, dana yang disalurkan untuk respon kemanusiaan di sana.
Juru bicara USAID Jessica Jennings mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat sedang berusaha memahami sejauh mana pengalihan dana tersebut terjadi. "Kami telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi para penerima bantuan dan memastikan bahwa uang pembayar pajak digunakan untuk memberi manfaat bagi orang-orang yang rentan di Somalia, sebagaimana mestinya," katanya .
Seorang pejabat USAID, yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa situasi di Ethiopia dan Somalia berbeda. Dan USAID tidak berencana untuk menghentikan bantuan pangan di Somalia.
Sebuah sumber di Kongres AS mengatakan bahwa keputusan untuk menangguhkan bantuan di Ethiopia, sebagian, terkait dengan peran unik pemerintah federal di sana dalam mendistribusikan bantuan pangan. Penyaluran dengan cara berbeda ini yang telah lama membuat para donor tidak nyaman.
"Pencurian bantuan pangan yang meluas di Ethiopia sangat menjijikkan, tetapi juga merupakan kesempatan untuk mengubah cara pemberian bantuan tersebut," ujar sumber tersebut, yang tidak mau disebutkan namanya.