Selasa 19 Sep 2023 21:57 WIB

Perang Kembali Pecah, Azerbaijan Lancarkan Operasi Militer ke Nagorno-Karabakh

Rusia mendesak Azerbaijan-Armenia menghormati gencatan senjata yang disepakati 2020.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Konflik Nagorno-Karabakh.
Foto: AP
Konflik Nagorno-Karabakh.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan bahwa mereka telah memulai operasi militer antiteroris di wilayah yang berusaha memisahkan diri, Nagorno-Karabakh, yang berada di bawah kendali Armenia. 

Operasi militer Azerbaijan ini terjadi setelah ketegangan terus meningkat selama berbulan-bulan di sekitar daerah kantong etnis Armenia tersebut, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari wilayah Azerbaijan.

Baca Juga

Dilansir BBC, 11 polisi dan warga sipil Azerbaijan dilaporkan tewas dalam ledakan ranjau dan insiden lainnya. Sirene serangan udara telah dilaporkan di kota utama Karabakh.

Para pejabat pertahanan di wilayah yang berusaha memisahkan diri tersebut mengatakan bahwa militer Azerbaijan telah "melanggar gencatan senjata di sepanjang garis kontak dengan serangan artileri rudal". Perwakilan Karabakh lainnya berbicara di media Armenia tentang "serangan militer berskala besar".

Dua negara tetangga, Azerbaijan dan Armenia, telah berperang dua kali untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh, pertama kali pada awal 1990-an setelah jatuhnya Uni Soviet dan sekali lagi pada tahun 2020.

Sejak Desember 2022, Azerbaijan telah melakukan blokade de facto terhadap satu-satunya rute menuju daerah kantong tersebut dari Armenia, yang dikenal sebagai Koridor Lachin.

Pada hari Selasa (19/9/2023), kementerian pertahanan di Baku menuduh pasukan Armenia melakukan "penembakan sistematis" terhadap posisi militernya. Karena itu, pihaknya telah menanggapi dengan meluncurkan "kegiatan anti-teroris lokal ... untuk melucuti senjata dan mengamankan penarikan pasukan angkatan bersenjata Armenia dari wilayah kami".

Pihaknya berkeras bahwa mereka tidak menargetkan warga sipil atau fasilitas sipil, tetapi mengatakan "hanya target militer yang sah yang dilumpuhkan oleh penggunaan senjata presisi tinggi". 

Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan bahwa klaim tembakan Armenia tidak sesuai dengan kenyataan. Suara artileri dan tembakan terdengar pada hari Selasa dari ibukota regional Karabakh, Khankendi, yang dikenal sebagai Stepanakert oleh orang Armenia. Diperkirakan 120 ribu etnis Armenia tinggal di daerah kantong pegunungan tersebut.

Para pejabat di Armenia menambahkan bahwa situasi di perbatasan negara itu "relatif stabil".

Dalam sebuah pernyataan, Rusia mendesak kedua negara untuk menghormati gencatan senjata yang ditandatangani setelah perang pada tahun 2020. Selama konflik enam minggu itu, Azerbaijan merebut kembali wilayah di sekitar Karabakh yang telah dikuasai Armenia sejak 1994.

Gencatan senjata yang rapuh yang diawasi oleh sekitar 3.000 pasukan penjaga perdamaian Rusia sejak saat itu berada di bawah tekanan yang semakin meningkat, dengan perhatian Moskow yang teralihkan oleh invasi besar-besaran ke Ukraina. Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan baru-baru ini mengatakan bahwa Rusia "secara spontan akan meninggalkan wilayah tersebut".

Azerbaijan telah membantah membangun jumlah pasukan di wilayah tersebut dan pada hari Senin mengizinkan bantuan dari Komite Palang Merah Internasional masuk ke Karabakh melalui dua jalan, satu melalui Koridor Lachin dari Armenia dan yang lainnya melalui jalan Aghdam Azerbaijan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement