Rabu 20 Sep 2023 08:48 WIB

Hak LGBTQ Jadi Isu Kontroversial di AS

Perdebatan tentang hak-hak LGBTQ+ merupakan isu kontroversial di AS

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Simbol penolakan lgbt.
Foto: Republika
Simbol penolakan lgbt.

REPUBLIKA.CO.ID, Perdebatan tentang hak-hak LGBTQ+ merupakan isu kontroversial di AS. Terdapat berbagai sudut pandang tentang masalah ini dan sudut pandang itu sering kali mencerminkan ideologi politik yang berbeda.

Salah satu debat utama dalam debat hak-hak LGBTQ+ adalah tentang pernikahan sesama jenis. Pendukung pernikahan sesama jenis berpendapat hal itu adalah hak fundamental yang harus diberikan kepada semua pasangan, tanpa memandang orientasi seksual mereka. Mereka juga berpendapat pernikahan sesama jenis baik untuk masyarakat secara keseluruhan, karena membantu mempromosikan kesetaraan dan penerimaan.

Baca Juga

Penentang pernikahan sesama jenis berpendapat praktik itu melanggar pernikahan tradisional dan akan menyebabkan keruntuhan masyarakat. Mereka juga berpendapat pernikahan sesama jenis tidak perlu, karena pasangan sesama jenis sudah dapat memiliki persatuan sipil yang memberikan mereka hak hukum yang sama dengan pasangan yang sudah menikah.

Pada 2015, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan dalam Obergefell v. Hodges pernikahan sesama jenis adalah hak konstitusional. Putusan ini merupakan kemenangan besar bagi gerakan hak-hak LGBTQ+, tetapi tidak mengakhiri perdebatan. Masih banyak orang yang menentang pernikahan sesama jenis, dan ada upaya terus-menerus untuk membatalkan putusan Mahkamah Agung.

Debat besar lainnya dalam debat hak-hak LGBTQ+ adalah tentang hak-hak transgender. Orang transgender adalah orang yang identitas gendernya tidak sesuai dengan jenis kelamin yang mereka miliki saat lahir. Mereka mungkin memilih untuk mengganti gender dengan gender yang mereka inginkan yang mungkin melibatkan terapi hormon atau operasi.

Pendukung hak-hak transgender berpendapat orang transgender harus dapat menjalani hidup mereka dengan bebas dan tanpa diskriminasi. Mereka juga berpendapat orang transgender harus memiliki akses ke perawatan medis yang sama dengan orang yang tidak transgender.

Penentang hak-hak transgender berpendapat orang transgender sakit mental dan tidak boleh diizinkan untuk ganti kelamin. Menurut mereka orang transgender tidak boleh diizinkan menggunakan kamar mandi yang sesuai dengan identitas gender yang mereka inginkan.

Debat tentang hak-hak transgender sangat memanas, dan telah ada banyak kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap orang transgender. Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa perkembangan positif, seperti pengesahan undang-undang yang melindungi orang transgender dari diskriminasi dalam pekerjaan dan kepemilikan rumah. Namun, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan orang transgender memiliki hak penuh dan setara.

Debat tentang hak-hak LGBTQ+ kemungkinan akan terus berlanjut selama bertahun-tahun yang akan datang. Tidak ada solusi mudah untuk masalah ini, dan kedua belah pihak dalam debat memiliki poin yang valid. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement