Rabu 20 Sep 2023 13:46 WIB

Sumbu Filosofi Jadi Warisan Dunia, Sultan akan Kembalikan Fasad Benteng Keraton

Saat ini Sultan belum menerima rekomendasi resmi dari UNESCO.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Bangunan benteng hasil revitalisasi Benteng Baluwarti Keraton Yogyakarta tahap pertama yang sudah jadi, Yogyakarta, Selasa (22/8/2023). Pembangunan benteng Keraton Yogyakarta sisi Timur ini merupakan proyek revitalisasi Benteng Baluwarti Keraton Yogyakarta dengan tujuan mengembalikan ke bentuk semula. Proyek revitalisasi benteng sisi Timur ini merupakan tahap kedua yang dimulai Pojok Beteng Utara Timur menuju Plengkung Madyasura. Sedangkan untuk revitalisasi tahap pertama mulai dari Plengkung Tarunasura hingga Pojok Beteng Utara Timur Keraton Yogyakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bangunan benteng hasil revitalisasi Benteng Baluwarti Keraton Yogyakarta tahap pertama yang sudah jadi, Yogyakarta, Selasa (22/8/2023). Pembangunan benteng Keraton Yogyakarta sisi Timur ini merupakan proyek revitalisasi Benteng Baluwarti Keraton Yogyakarta dengan tujuan mengembalikan ke bentuk semula. Proyek revitalisasi benteng sisi Timur ini merupakan tahap kedua yang dimulai Pojok Beteng Utara Timur menuju Plengkung Madyasura. Sedangkan untuk revitalisasi tahap pertama mulai dari Plengkung Tarunasura hingga Pojok Beteng Utara Timur Keraton Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut bahwa pihaknya akan menjalankan rekomendasi dari UNESCO terkait dengan sudah ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia. Penetapan tersebut dilakukan dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh Arab Saudi, Senin (18/9/2023).

Saat ini Sultan belum menerima rekomendasi resmi dari UNESCO mengingat penetapan ini baru dilakukan beberapa hari lalu. Sultan menyebut masih menunggu delegasi Indonesia yang hadir langsung dalam sidang tersebut untuk mengetahui rekomendasi resmi dari UNESCO.

Baca Juga

Meski begitu, saat kunjungan dari UNESCO ke DIY beberapa waktu lalu sudah disampaikan salah satu rekomendasinya yakni mengembalikan fasad Beteng Keraton ke bentuk aslinya. Dengan begitu, revitalisasi Beteng Keraton harus dilakukan, meski saat ini revitalisasi tersebut juga terus berjalan.

"Kami akan melaksanakan rekomendasi yang ada sebagai salah satu konsekuensi (ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia). Misalnya catatan (rekomendasi) yang sudah pasti disampaikan kepada kami, Beteng (keraton) harus kembali," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (19/9/2023).

Sultan menyebut bahwa di 2024 nanti pihaknya akan mengosongkan area dalam Beteng Keratan atau yang disebut dengan Jeron Beteng. Pasalnya, banyak bangunan warga yang dibangun menempel dengan dinding Beteng Keraton.  

"Kami sudah membangun kembali, tapi mungkin 2024 ini akan mengosongkan yang ada di dalam (Jeron Beteng). Ini salah satu catatan yang mungkin nanti secara resmi akan menjadi rekomendasi dengan diterimanya Filosofi Yogya ini sebagai bagian dari dunia," jelas Sultan.

Pengosongan kawasan Jeron Beteng yang dimaksud yakni dengan membebaskan warga yang bangunan rumahnya menempel di kawasan Beteng Keraton atau ngindung. Dengan begitu, warga yang bangunan rumahnya menempel akan dilakukan relokasi untuk mendukung revitalisasi yang dilakukan dalam rangka mengembalikan bentuk semula dari Beteng Keraton.

"(Bukan berarti) Membangun (di area) itu tidak boleh, bukan (seperti itu). Nanti tidak boleh lagi orang bangun di kawasan itu, boleh (saja). Tetap boleh, hanya masalahnya bagaimana yang sudah ada dan sebagainya yang dianggap itu bagian dari Sumbu Filosofi itu harus dijaga," ungkapnya.

Revitalisasi Beteng Keraton sendiri sudah dilakukan di beberapa titik, dan akan terus berlanjut hingga tahun 2024 nanti. Meski demikian, Sultan menyebut agar warga yang ada di kawasan Jeron Beteng tidak khawatir.

Sebab, pihaknya juga menyiapkan ganti untung yang sesuai bagi warga yang dilakukan relokasi. Meski, warga yang tinggal di area dalam Beteng Keraton tersebut tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah yang sah, mengingat kepemilikannya merupakan milik Keraton Yogyakarta.

"Asal beli tanahnya bukan semuanya sendiri, tapi mensejahterakan masyarakat bisa lebih punya rumah yang lebih besar (dari ganti untung yang diberikan) kan juga tidak ada masalah," kata Sultan.

Sultan juga mencontohkan terkait pembebasan tanah yang dilakukan untuk pembangunan jalan tol di DIY. Dalam proses pembebasan tanah, juga diberikan ganti untung kepada warga yang cukup besar, sehingga tidak ada masalah yang terjadi usai pembebasan tanah dilakukan.

"Yang penting itu bagaimana masyarakat itu bukan makin miskin setelah dikosongkan, tapi justru makin sejahtera, kan tidak mungkin tidak akan mau. Seperti tol juga begitu, kami juga tidak ada hambatan untuk tol kalau harganya (ganti untungnya) jauh lebih bagus dari yang diperkirakan, sama saja (dengan Jeron Beteng)," ungkap Sultan.

Seperti diketahui, penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta ini menambah daftar Warisan Dunia dari Indonesia yang diakui Unesco. Dengan begitu, saat ini sudah ada 10 Warisan Dunia dari Indonesia.

Warisan Budaya dari Indonesia yaitu Candi Borobudur yang ditetapkan 1991, Candi Prambanan ditetapkan 1991, Situs Sangiran ditetapkan 1996, Subak Bali ditetapkan 2012, Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan 2019, dan Sumbu Filosofi Yogyakarta ditetapkan 2023.

Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks. Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39 tanggal 18 September 2023.

Konsep tata ruang yang kemudian dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18.

Dijelaskan oleh Pemda DIY bahwa konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara. Struktur jalan tersebut berikut beberapa kawasan di sekelilingnya yang penuh simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia.

Yakni meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.

Lebih lanjut dikatakan bahwa beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual masih dilakukan di sekitar kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. Ini juga merupakan bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement