REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus berusaha menyiapkan SDM berkualitas guna menghadapi era digital. Langkah ini dilakukan dengan mengadakan International Short Course On Law Reform 2023, beberapa waktu lalu.
Mengangkat tema "Trend And Mapping In The Digital Age", kursus itu dilaksanakan mulai 13 sampai 16 September. Setidaknya terdapat 300 peserta yang turut serta dari berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya seperti Indonesia, Malaysia, India, Afghanistan, Somalia, Namibia, Afrika Selatan, Zimbabwe, Ghana, Nigeria, Hungaria, dan lainnya.
Pemateri dari Youngsan University Korea Selatan, Profesor Jihyun Park menyatakan, saat ini kecerdasan buatan (AI) dan teknologi semakin terintegrasi ke berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan, AI sudah bisa memproyeksikan gambaran masa depan yang menarik dan berpotensi mengubah dunia sekitar.
"AI dan robot merupakan sebuah transformasi dunia yang tak hanya mengubah industri, tapi juga mengubah perilaku manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari," katanya.
Meskipun begitu, Jihyun juga mengingatkan perlu adanya upaya menjaga keseimbangan terutama terkait hubungan manusia dan AI. Menurutnya, manusia harus tetap mempertahankan kemampuan berpikir kritis dan membuat keputusan moral. Dengan begitu, kerja sama antara manusia dan AI dapat menuju kemajuan di dunia.
AI juga memiliki peran penting dalam industri hukum. Sebab, AI dapat memberikan penilaian khusus tentang hukuman, kompensasi, dan berbagai aspek penilaian lainnya yang membentuk pondasi keadilan.
Tidak hanya itu, AI dapat membuat layanan hukum lebih mudah diakses, efisien, dan objektif. Hal ini menegaskan bahwa kemampuan teknologi dapat membantu manusia hidup lebih praktis. Namun demikian tetap mempunyai tantangan untuk menjaga moralitas manusia dalam mengendalikan semua itu.
Sementara itu, Ketua Pelaksana International Short Course, Sholahuddin Al-Fatih mengatakan, era digital memberikan banyak kemudahan dan kecepatan. Meskipun begitu, ada banyak peluang dan tantangan nyang harus dihadapi. "Misalnya saja dalam menggunakan media sosial. Jika tidak hati-hati, tidak menutup kemungkinan bisa dipenjara," jelasnya.
Merujuk kondisi demikian, pihaknya menghadirkan berbagai ahli dan pakar di short course. Dengan begitu, akan ada banyak informasi dan pengetahuan baru yang didapat. Selain itu, juga bisa didalami dan dikaji lebih dalam lagi.
Selain Jihyun, acara itu juga menghadirkan sederet pembicara internasional. Beberapa di antaranya Hasnan Bachtiar dari Alfred Deakin University Australia, yang membahas 'Mobilitas Politik pada Media Digital'. Kemudian Cekli Setya Pratiwi dari Mahidol University Thailand yang mengkaji pasal 'Intoleransi Kebebasan Beragama di Masa Digital'. Ada pula Prisca Listiningrum dan Ridwan Arifin.