REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Arab Saudi dan kelompok pemberontak Houthi Yaman telah menyelesaikan perundingan selama lima hari terkait penyelesaian konflik Yaman. Delegasi Houthi meninggalkan Riyadh dan kembali ke Sanaa pada Selasa (19/9/2023).
Dilaporkan laman Al Arabiya, menurut dua sumber yang mengetahui perundingan, Saudi dan Houthi telah mencapai beberapa kemajuan pada poin-poin penting, termasuk batas waktu keluarnya pasukan asing dari Yaman serta mekanisme pembayaran gaji para pegawai negeri. Kedua sumber mengungkapkan, perwakilan Saudi dan Houthi setuju untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut setelah konsultasi segera.
Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman tampaknya menjadi salah satu pejabat yang terlibat dalam perundingan. “Saya menegaskan dalam pertemuan saya dengan delegasi Sanaa tentang dukungan Arab Saudi terhadap Yaman dan rakyatnya. Arab Saudi ingin mencapai solusi politik yang komprehensif dan abadi di Yaman,” kata Pangeran Khalid lewat akun X (Twitter)-nya, Rabu (20/9/2023).
Delegasi Houthi tiba di Riyadh pekan lalu setelah menerima undangan dari Saudi. Itu merupakan kunjungan perdana perwakilan Houthi ke Saudi sejak pecahnya perang Yaman pada 2014.
Saudi mengundang Houthi untuk membahas prospek penyelesaian konflik Yaman. Perwakilan Oman turut dilibatkan dalam pertemuan tersebut.
Pembicaraan difokuskan pada pembukaan kembali pelabuhan dan bandara Sanaa yang dikuasai Houthi, pembayaran gaji pegawai negeri, upaya pembangunan kembali, dan batas waktu bagi pasukan asing untuk keluar dari Yaman. Kesepakatan itu akan memungkinkan PBB memulai kembali proses perdamaian politik yang lebih luas.
Sementara itu, menurut laporan Saudi Press Agency (SPA), Saudi dan Oman juga ingin mencapai gencatan senjata permanen serta komprehensif di Yaman. Kedua negara menghendaki adanya solusi politik berkelanjutan yang dapat diterima oleh semua pihak di Yaman.
Putaran pertama konsultasi antara Saudi dan Houthi yang dimediasi Oman diadakan pada April lalu. Proses itu berjalan bersamaan dengan upaya perdamaian yang dilakukan PBB.
Pada 16 April 2023 lalu, Duta Besar Arab Saudi untuk Yaman Mohammed Al-Jaber bertemu Kepala Dewan Pimpinan Kepresidenan Yaman Rashad Al-Alimi. Dalam pertemuan tersebut, Al-Jaber memaparkan hasil pertemuannya dengan perwakilan kelompok pemberontak Houthi di Sanaa pada 8 dan 13 April 2023. Pertemuan di Sanaa juga dihadiri delegasi Oman.
Al-Jaber mengungkapkan, tujuan dari pembicaraan dengan Houthi adalah menghidupkan kembali gencatan senjata dan mengakhiri konflik yang telah berkecamuk selama delapan tahun di Yaman. “Saudi ingin mendukung proses pertukaran tahanan serta mengeksplorasi tempat dialog antara semua komponen Yaman untuk mencapai solusi politik yang berkelanjutan dan komprehensif,” kata Kemenlu Arab Saudi dalam keterangan persnya tentang pertemuan Al-Jaber dengan Rashad Al-Alimi, dikutip laman Arab News.
Al-Alimi dan Dewan Kepresidenan Yaman memuji upaya mediasi yang diemban Saudi serta Oman. Mereka menekankan perlunya menghidupkan kembali proses politik berdasarkan Three References yang disepakati secara nasional maupun internasional di bawah pengawasan PBB.
Perkembangan positif dalam proses menuju perdamaian di Yaman mulai terjadi sejak Saudi dan Iran sepakat memulihkan hubungan diplomatik pada Maret lalu. Konflik di Yaman telah berlangsung sejak 2014.
Krisis di sana memburuk sejak koalisi pimpinan Saudi melakukan operasi militer untuk mendukung pasukan pemerintah melawan milisi Houthi pada 2015. Sejak September 2014, Houthi telah berhasil merebut dan menguasai ibu kota Yaman, Sanaa.
Saudi memang memiliki kekhawatiran terhadap Houthi. Riyadh memandang kelompok tersebut sebagai ancaman terhadap keamanannya.
Selama ini Houthi memperoleh dukungan dari Iran. Menurut PBB, konflik Yaman telah merenggut 223 ribu nyawa.
Dari 30 juta penduduknya, 80 persen di antaranya kini bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. PBB telah menyatakan bahwa krisis Yaman merupakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.