Rabu 20 Sep 2023 14:35 WIB

Rusia dan Cina Perkuat Kerja Sama untuk Lawan Barat

Rusia menginginkan penguatan hubungan dengan Cina

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Seorang pejabat senior Kremlin pada Selasa (19/9/2023) menyerukan koordinasi kebijakan yang lebih erat antara Moskow dan Beijing untuk melawan Barat
Foto: EPA-EFE/VLADIMIR ASTAPKOVICH / SPUTNIK / KREM
Seorang pejabat senior Kremlin pada Selasa (19/9/2023) menyerukan koordinasi kebijakan yang lebih erat antara Moskow dan Beijing untuk melawan Barat

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Seorang pejabat senior Kremlin pada Selasa (19/9/2023) menyerukan koordinasi kebijakan yang lebih erat antara Moskow dan Beijing untuk melawan Barat. Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi bahwa Moskow menginginkan penguatan hubungan kemitraan komprehensif dan kerja sama strategis Rusia-Cina.

“Di tengah kampanye yang dilancarkan oleh kolektif Barat yang bertujuan untuk membendung Rusia dan Cina sangatlah penting untuk lebih memperdalam koordinasi dan interaksi Rusia-Cina di arena internasional,” kata Patrushev.

Patrushev mencatat, Presiden Vladimir Putin akan mengadakan pembicaraan substantif dengan pemimpin Cina, Xi Jinping, selama perjalanan ke Beijing pada Oktober mendatang. Putin dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak inisiatif infrastruktur Belt and Road di Beijing.

Patrushev menegaskan kembali dukungan Rusia terhadap kebijakan Beijing mengenai isu-isu yang berkaitan dengan Taiwan, wilayah Xinjiang barat, dan Hong Kong. Menurut dia, isu-isu itu digunakan oleh Barat untuk mendiskreditkan Cina.

Cina mengeklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatan. Cina telah melakukan latihan militer yang semakin intensif di wilayah udara dan perairan di sekitar Taiwan. Pihak berwenang Cina juga berupaya menghilangkan segala kemungkinan kerusuhan di wilayah yang merupakan rumah bagi kelompok etnis dan agama yang cukup besar, termasuk warga Tibet dan komunitas Uighur di Xinjiang, utara Tibet. Kebijakan keras Cina itu menuai kritik keras dari Barat.

Kremlin terus menyatakan dukungannya terhadap Beijing, seiring dengan semakin dekatnya hubungan Rusia dan Cina. Sementara hubungan mereka dengan negara-negara Barat memburuk.

Bulan lalu, Cina membantu merancang perluasan kemitraan BRICS, yang mengundang enam negara lagi untuk bergabung dengan blok itu. BRICS adalah sebuah kelompok yang terdiri atas lima negara, yaitu Cina, Rusia, Brasil, India, dan Afrika Selatan.

Beijing berusaha untuk menampilkan diri sebagai pihak yang netral dalam konflik Ukraina. Cina menolak mengutuk tindakan Moskow di Ukraina. Namun, di sisi lain, Cina menyatakan bahwa mereka memiliki persahabatan tanpa batas dengan Rusia. Cina juga mengecam sanksi Barat terhadap Moskow, serta menuduh NATO dan Amerika Serikat memprovokasi tindakan militer Putin.

Beijing juga telah mengusulkan rencana perdamaian yang sebagian besar ditolak oleh  Ukraina. Kiev bersikeras bahwa Moskow harus menarik pasukannya dari seluruh wilayah yang diduduki di Ukraina.

Wang tiba di Rusia pada Senin (18/9/2023) dalam kunjungan empat hari. Dia memulai perjalanannya di Rusia melalui pertemuan denhan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.

“Semakin keras tindakan hegemoni unilateral dan konfrontasi blok, semakin penting bagi kita untuk mengikuti perkembangan zaman, menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai negara besar, dan semakin memenuhi kewajiban internasional kita,” kata Wang saat berbicara dengan Lavrov.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement