Rabu 20 Sep 2023 17:21 WIB

Jadi Warisan Budaya Dunia, Yogyakarta akan Perkuat Narasi Sumbu Filosofi untuk Pariwisata

Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan konsep tata ruang Keraton Yogyakarta.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Miniatur Sumbu Filosofi Yogyakarta yang berada di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Senin (19/9/2023). Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia. Penetapan ini dilakukan dalam Sidang Luar Biasa ke-45 Komite Warisan Dunia di Arab Saudi pada 18 September 2023. Sumbu Filosofi menjadi warisan budaya dunia ke lima yang dimiliki Indonesia setelah Candi Borobudur serta Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), Subak Bali (2012), dan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (2019). Menurut UNESCO, Sumbu Filosofi Yogyakarta diakui sebagai warisan budaya dunia karena memiliki arti penting secara universal. Konsep tata ruang yang dicetuskan oleh Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta pada abad ke-18 dibuat berdasarkan konsepsi Jawa berbentuk jalan lurus dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta hingga Tugu Pal Putih.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Miniatur Sumbu Filosofi Yogyakarta yang berada di kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Senin (19/9/2023). Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia. Penetapan ini dilakukan dalam Sidang Luar Biasa ke-45 Komite Warisan Dunia di Arab Saudi pada 18 September 2023. Sumbu Filosofi menjadi warisan budaya dunia ke lima yang dimiliki Indonesia setelah Candi Borobudur serta Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), Subak Bali (2012), dan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (2019). Menurut UNESCO, Sumbu Filosofi Yogyakarta diakui sebagai warisan budaya dunia karena memiliki arti penting secara universal. Konsep tata ruang yang dicetuskan oleh Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta pada abad ke-18 dibuat berdasarkan konsepsi Jawa berbentuk jalan lurus dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta hingga Tugu Pal Putih.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemkot Yogyakarta akan meningkatkan narasi atau storytelling objek wisata Sumbu Filosofi, menyusul penetapannya sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

Penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia ditetapkan oleh Komite Warisan Dunia PBB melalui UNESCO dalam Sidang Luar Biasa ke-45 di Riyadh, Arab Saudi, yang berlangsung pada 10 sampai 25 September 2023.

Baca Juga

Pj Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo menjelaskan dalam pengembangan kawasan wisata, Pemkot Yogyakarta berbagi tugas dengan Pemprov DIY. Untuk pembangunan infrastruktur dilakukan oleh Pemprov DIY, sedangkan operasional dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta.

"Kegiatan, penjagaan, kebersihan dan sebagainya, jadi kami akan lebih menambah dosisi untuk beberapa komponen itu dan untuk menjaga kenyamanan para wisatawan maupun warga di kota Jogja yang ingin menikmati Sumbu Filosofi itu," ujar Singgih Raharjo kepada Republika, Rabu (20/9/2023).

Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan konsep tata ruang Keraton Yogyakarta yang dibentuk oleh Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18 dan terdiri dari Tugu Pal Putih, Malioboro hingga Panggung Krapyak. Singgih mengungkapkan nantinya Pemkot akan mengedepankan narasi mengenai hal ini untuk menarik para wisatawan.

Nantinya paket-paket wisata di Yogyakarta akan menjelaskan mengenai hal tersebut, sehingga wisatawan mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam mengenai Sumbu Filosofi.

"Kalau tidak ada narasi, mereka hanya akan ke Tugu lalu foto dan selesai, tanpa bisa memaknai dan mengerti tentang apa filosofi dari Tugu Pal Putih seperti apa. Ini yang terus akan kita hidupkan," papar Singgih.

Meski telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia, kata Singgih, Pemkot Yogyakarta tidak secara spesifik menargetkan kenaikan jumlah wisatawan dari narasi tersebut. Singgih menjelaskan, Pemkot Yogyakarta menargetkan dari segi kualitas yakni dengan lama kunjungan (length of stay) dan belanja wisatawan (spending).

"Kalau kita lihat handling tamu 100 orang dan 1.000 orang, pasti enak yang 100 orang. Nah bisa tidak yang 100 ini perputaran uangnya juga sama dengan yang 1.000? Kira-kira seperti itu. Bukan semata-mata tentang kemudian pariwisata berkualitas itu harus mahal, tapi kemudian experience itu menjadi ukuran," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement